Latest News

Showing posts with label Manajemen Risiko. Show all posts
Showing posts with label Manajemen Risiko. Show all posts

Monday, July 30, 2012

Pendahuluan tentang Manajemen Risiko

Aktivitas organisasi sektor publik dan bisnis senantiasa berubah dan berkembang seiring dengan perubahan di lingkungan internal dan eksternal organisasi. Perubahan di lingkungan internal berupa perbaikan metode operasi (misalnya perubahan dari manual ke otomatisasi) biasanya dapat dikendalikan oleh manajemen. Sedangkan perubahan di lingkungan eksternal, seperti perubahan iklim demokrasi dan peraturan, berada di luar kontrol organisasi.

Tuntutan perubahan dan peningkatan kapabilitas organisasi memunculkan risiko (risk) dan sekaligus peluang (opportunities) bagi organisasi. Risiko berkenaan dengan kemungkinan terjadinya kegagalan dan kerugian bagi organisasi. Risiko berskala rendah tidak mengkuatirkan bagi organisasi. Namun, risiko berskala besar dapat berdampak pada tidak tercapainya tujuan dan misi dari organisasi. Kegagalan tujuan dan misi bagi organisasi publik dapat mengakibatkan distrust (ketidakpercayaan) dari publik atas pelayanan yang diberikan. Dalam kondisi terjelek dan sebagaimana yang pernah terjadi, distrust dapat menyebabkan hilangnya organisasi yang bersangkutan.

Manajemen risiko (risk management) menjadi kebutuhan yang strategis dan menentukan perbaikan kinerja dari organisasi. Pada suatu ras bangsa (Cina), karakter tulisan risiko berarti pula peluang. Risiko yang dikelola dengan optimal bahkan memunculkan berbagai peluang bagi organisasi yang bersangkutan. Manajemen risiko diperlukan untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya terbatas yang dimiliki organisasi. Pengalokasian sumber daya didasarkan pada prioritas risiko yang dimulai dari risiko skala tertinggi. Demikian pula, manajemen risiko yang ada perlu dievaluasi secara periodik melalui aktifitas pengendalian (internal control).

Manajemen risiko pada organisasi swasta berkembang lebih pesat dibandingkan organisasi publik (instansi Pemerintah). Fenomena ini dinilai lumrah mengingat sektor swasta memiliki ukuran-ukuran yang jelas bagi berhasil atau gagalnya organisasi. Sedangkan organisasi publik banyak berlindung pada faktor-faktor yang tidak dapat dikuantifisir. Namun, dorongan bagi sektor publik untuk melakukan manajemen risiko dalam aktivitasnya semakin meningkat, dan Departemen Keuangan meresponnya dengan menugaskan Inspektorat Jenderal sebagai compliance office for risk management.

Artikel ini dimaksudkan untuk memperkenalkan konsep risk management dan sebagai pengantar bagi applikasinya pada unit-unit di lingkungan Departemen Keuangan. Sistimatika paper disajikan sebagai berikut: (1) Pendahuluan; (2) Kebijakan Pemerintah dan Institusi Negara atas Manajemen Risiko; (3) Pengertian Manajemen Risiko; (4) Proses Manajemen Resiko; (5) Manajemen Risiko dan Fungsi Pengawasan; dan (6) Simpulan.

Risiko tidak tercapainya tujuan dan program organisasi tidak semata terjadi di lingkungan bisnis, namun juga di lingkungan publik. Telah banyak kritik dan keluhan berkenaan tingginya risiko yang dihadapi bila berkaitan dengan pelayanan instansi Pemerintah. Survei Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) yang dilakukan pada tahun 2005 misalnya menyebutkan 2 unit eselon I di lingkungan Departemen Keuangan sebagai lima besar instansi dan lembaga negara terkorup.Tambahan pula, pelayanan investasi kepada investor asing terhitung terendah dari segi waktu dan biaya dibandingkan negara-negara kawasan. Disamping itu, perkembangan demokrasi menuntut asas transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara dan peningkatan pelayanan publik dari waktu ke waktu.

Pihak eksekutif dan legislatif memberikan prioritas pelaksanaan ke dua asas di atas dan peningkatan pelayanan publik yang bertujuan untuk meminimalkan risiko pada instansi Pemerintah. Minimalisasi risiko tertera pada beberapa undang-undang (UU), keputusan menteri, dan Arsitektur Perbankan Indonesia (API).

UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pasal 58 menekankan perlunya sistem pengendalian intern (SPI) di lingkungan Pemerintah dan adanya manajemen risiko. Pasal 58 ayat 1 menyebutkan �Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan SPI di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh. Selanjutnya, ayat 2 pasal yang sama menyatakan bahwa SPI ditetapkan dengan peraturan pemerintah (PP). PP tersebut saat ini sedang disusun oleh tim inter-departemen dibawah koordinasi Menteri Keuangan, dan draft PP yang dibuat menekankan pada penilaian risiko (6 pasal) dan kegiatan pengendalian (24 pasal), atau hampir 50% dari total 69 pasal yang dirancang dalam PP tersebut. Secara umum, PP tersebut telah mengadopsi pendekatan terkini di bidang internal audit yang berasal dari COSO dan IIA. [2]

Manajemen risiko juga menjadi salah program utama dari strategi dan kebijakan (Road-map) Departemen Keuangan sebagaimana dinyatakan dalam Keputusan Menteri Keuangan (Kepmenkeu) No. 464/KMK.01/2005 tanggal 29 September 2005 tentang Pedoman Strategi dan Kebijakan Departemen Keuangan (Road-map Departemen Keuangan) tahun 2005-2009. Dalam Kepmenkeu tersebut khususnya Bidang Pengawasan Fungsional, unit-unit di lingkungan Departemen Keuangan (Depkeu) diharapkan telah menerapkan manajemen risiko di lingkungannya masing-masing terhitung sejak tahun anggaran 2007. Disamping itu, ditunjuk pula Inspektorat Jenderal (Itjen) Depkeu sebagai Compliance Office atas manajemen risiko.

Peningkatan pelayanan publik, dengan mengurangi risiko seperti biaya ekstra atau pungutan liar dalam pemberian pelayanan publik, menjadi perhatian Pemerintah yang diwujudkan dengan penerbitan Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) No. SE/15/M.PAN/9/2005 tentang Peningkatan Intensitas Pengawasan dalam Upaya Perbaikan Pelayanan Publik. SE tersebut meminta perhatian khusus para pimpinan departemen dan lemabaga negara dalam meningkatkan intensitas pengawasan guna perbaikan pelayanan publik melalui antara lain: (1) menetapkan standar pelayanan secara transparan dan akuntabel; dan (2) memfungsikan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) untuk memberikan perhatian khusus pengawasan terhadap pemberian pelayanan Publik.

Manajemen risiko termasuk program ke empat dari API berkenaan dengan Program Peningkatan Kualitas Manajemen dan Operacional Perbankan. Program ini bertujuan untuk meningkatkan Good Corporate Governance (GCG), kualitas manajemen risiko, dan kemampuan operasional manajemen. BI mewajibkan bankir dan pegawai bank pada semua level jabatan yang berhubungan langsung dengan pengelolaan risiko untuk mengikuti sertifikasi manajemen resiko.

Sumber : http://www.bppk.depkeu.go.id/

Thursday, July 26, 2012

Definisi dan Manfaat Penerapan Manajemen Resiko

Definisi Manajemen Resiko
Menurut Smith, 1990 Manajemen Resiko didefinisikan sebagai proses identifikasi, pengukuran, dan kontrol keuangan dari sebuah resiko yang mengancam aset dan penghasilan dari sebuah perusahaan atau proyek yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian pada perusahaan tersebut.
Menurut Clough and Sears, 1994, Manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu pendekatan yang komprehensif untuk menangani semua kejadian yang menimbulkan kerugian.
Menurut William, et.al.,1995,p.27 Manajemen risiko juga merupakan suatu aplikasi dari manajemen umum yang mencoba untuk mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab dan akibat dari ketidakpastian pada sebuah organisasi.
Dorfman, 1998, p. 9 Manajemen risiko dikatakan sebagai suatu proses logis dalam usahanya untuk memahami eksposur terhadap suatu kerugian.

Tindakan manajemen resiko diambil oleh para praktisi untuk merespon bermacam-macam resiko. Responden melakukan dua macam tindakan manajemen resiko yaitu mencegah dan memperbaiki. Tindakan mencegah digunakan untuk mengurangi, menghindari, atau mentransfer resiko pada tahap awal proyek konstruksi. Sedangkan tindakan memperbaiki adalah untuk mengurangi efek-efek ketika resiko terjadi atau ketika resiko harus diambil (Shen, 1997).

Manajemen resiko adalah sebuah cara yang sistematis dalam memandang sebuah resiko dan menentukan dengan tepat penanganan resiko tersebut. Ini merupakan sebuah sarana untuk mengidentifikasi sumber dari resiko dan ketidakpastian, dan memperkirakan dampak yang ditimbulkan dan mengembangkan respon yang harus dilakukan untuk menanggapi resiko (Uher,1996).

Pendekatan sistematis mengenai manajemen risiko dibagi menjadi 3 stage utama, yaitu (Soeharto, 1999):
1. Identifikasi resiko
2. Analisa dan evaluasi resiko
3. Respon atau reaksi untuk menanggulangi resiko tersebut

Manfaat Manajemen Risiko
Manfaat yang diperoleh dengan menerapkan manajemen resiko antara lain (Mok et al., 1996)

Berguna untuk mengambil keputusan dalam menangani masalah-masalah yang rumit.
- Memudahkan estimasi biaya.
- Memberikan pendapat dan intuisi dalam pembuatan keputusan yang dihasilkan dalam cara yang benar.
- Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk menghadapi resiko dan ketidakpastian dalam keadaan yang nyata.
- Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk memutuskan berapa banyak informasi yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah.
- Meningkatkan pendekatan sistematis dan logika untuk membuat keputusan.
- Menyediakan pedoman untuk membantu perumusan masalah.
- Memungkinkan analisa yang cermat dari pilihan-pilihan alternatif.

Menurut Darmawi, (2005, p. 11) Manfaat manajemen risiko yang diberikan terhadap perusahaan dapat dibagi dalam 5 (lima) kategori utama yaitu :
a. Manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan dari kegagalan.
b. Manajemen risiko menunjang secara langsung peningkatan laba.
c. Manajemen risiko dapat memberikan laba secara tidak langsung.
d. Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya perlindungan terhadap risiko murni, merupakan harta non material bagi perusahaan itu.
e. Manajemen risiko melindungi perusahaan dari risiko murni, dan karena kreditur pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang dilindungi maka secara tidak langsung menolong meningkatkan public image.

Manfaat manajemen risiko dalam perusahaan sangat jelas, maka secara implisit sudah terkandung didalamnya satu atau lebih sasaran yang akan dicapai manajemen risiko antara lain sebagai berikut ini (Darmawi, 2005, p. 13).
a. Survival
b. Kedamaian pikiran
c. Memperkecil biaya
d. Menstabilkan pendapatan perusahaan
e. Memperkecil atau meniadakan gangguan operasi perusahaan
f. Melanjutkan pertumbuhan perusahaan
g. Merumuskan tanggung jawab social perusahaan terhadap karyawan dan masyarakat.

Sumber : http://jurnal-sdm.blogspot.com/

Monday, January 30, 2012

Manajemen Risiko penting untuk mendukung kestabilan Keuangan Nasional

Pada akhir tahun 2010, saya mendapat kesempatan sebagai seksi sibuk dalam rangka pelaksanaan Konferensi Nasional IRPA. IRPA atau Indonesian Risk Professional Association, merupakan non-profit organization, yang proaktif dalam memberikan nasihat/advis, khususnya di bidang Manajemen Risiko untuk industri jasa keuangan. IRPA bersifat independen, tidak berafiliasi pada satu aliran politik. Bersifat kombinasi optimal dari tiga kelompok profesional, yaitu praktisi industri jasa, akademisi (Pendidik dan Peneliti) dan organisasi Pendidikan, serta jasa konsultan dan lembaga penunjang jasa keuangan lainnya. IRPA memiliki Visi menjadi organisasi profesi yang handal dalam penerapan Manajemen Risiko sesuai Standar Internasional, dalam rangka memberikan kontribusi terhadap kesehatan industri jasa keuangan nasional, melalui Pengembangan Kapasitas para anggotanya. Sedangkan Misi IRPA, mendorong penerapan dan pengembangan Manajemen Risiko pada industri jasa keuangan dengan membangun landasan kode etik dan standar profesi yang berkualitas.

Pada rangkaian acara Konferensi Nasional ini, IRPA mengadakan seminar Manajemen Risiko, antara lain dengan keynotes speech dari Bank Indonesia, yang menjelaskan betapa pentingnya Manajemen Risiko untuk mendukung kestabilan Keuangan Nasional. Isi dari materi ini menurut saya sangat penting, untuk memahami bagaimana manajemen risiko dapat mendukung kestabilan Keuangan Nasional, yang saya kutip di bawah ini:

Latar belakang
Berbagai krisis ekonomi yang terjadi sejak krisis moneter di asia tahun 1997 hingga krisis keuangan global tahun 2008 menjadi suatu pelajaran penting bagi industri keuangan untuk meningkatkan kualitas manajemennya dalam menghadapi berbagai risiko yang ada. Berdasarkan study Senior Supervisory Group dari Financial Stability Board dinyatakan bahwa salah satu pelajaran dari krisis global adalah terjadinya kegagalan Pengurus (directors and senior management) dari beberapa institusi keuangan dalam mengidentifikasi, mengukur, dan mematuhi level risiko yang memadai terhadap institusinya. Kelemahan dari penerapan manajemen risiko tersebut menyebabkan perlu diperbaiki dan semakin ditingkatkannya kualitas penerapan manajemen risiko oleh setiap institusi keuangan termasuk perbankan sehingga dapat mengantisipasi risiko yang mungkin terjadi sejak dini. Sektor industri keuangan di Indonesia pada saat ini masih didominasi oleh industri perbankan yang menguasai 80% pangsa pasar. Situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan yang diikuti dengan semakin kompleksnya risiko kegiatan usaha menyebabkan industri perbankan membutuhkan manajemen risiko yang baik untuk memitigasi timbulnya risiko.

Penerapan manajemen risiko akan memberikan manfaat tidak saja kepada suatu bank secara individual tetapi kepada seluruh stakeholders-nya sehingga secara agregat memberikan dukungan dalam mencapai stabilitas sistem keuangan nasional. Stabilitas Sistem Keuangan belum memiliki definisi baku yang diterima secara umum, namun dari beberapa definisi yang ada pada intinya mengatakan bahwa suatu sistem keuangan memasuki tahap tidak stabil pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan menghambat kegiatan ekonomi. Sistem keuangan yang stabil mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan (shock) yang terjadi sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor riil dan sistem keuangan. Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik. Arti stabilitas sistem keuangan dapat dipahami dengan melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang dapat menyebabkan instabilitas di sektor keuangan. Ketidakstabilan sistem keuangan dapat dipicu oleh berbagai macam penyebab dan gejolak. Hal ini umumnya merupakan kombinasi antara kegagalan pasar, baik karena faktor struktural maupun perilaku. Kegagalan pasar itu sendiri dapat bersumber dari eksternal (internasional) dan internal (domestik). Risiko yang sering menyertai kegiatan dalam sistem keuangan antara lain risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko operasional.

Tipe dan penyebab Krisis Keuangan
Tipe krisis: a) Krisis Nilai Tukar.b) Krisis Utang Luar Negeri.c) Speculative/Bubble Crash.d) Krisis Perbankan.e) Krisis Keuangan Global.f) Krisis Ekonomi Global. Sedangkan krisis, antara lain disebabkan oleh: a) Leverage.b) Assets-Liability Missmatch.c) Uncertainty and Herd Behavior.d) Fraud. e) Strategic Complementarities in Financial Markets. f) Recessionary Effects. g) Contagion. h) Regulatory Failures

Mengapa Peran Bank Penting Dalam Stabilitas Sistem Keuangan Nasional?
Bank merupakan suatu entitas yang spesial dalam sistem pembayaran dan menjalankan fungsi intermediasi dalam mengalokasikan modal/pendanaan, sehingga kegagalan suatu bank terutama bank yang memiliki keterkaitan dengan sistem keuangan lainnya dapat menyebabkan terganggunya stabilitas sistem keuangan nasional � Contagion Effect and Systemic Risk. Dengan memburuknya kondisi perbankan nasional maka hal itu akan mengakibatkan semakin memburuknya kondisi perekonomian nasional dan pada gilirannya menyebabkan ketidakstabilan dalam ekonomi makro yang memerlukan biaya tinggi untuk perbaikannya.

Penyebab kegagalan pada Bank, antara lain disebabkan oleh: a) Poor Lending Practices. b) Excessive risk taking without personal responsibility. c) Poor risk management.d) Lack of internal control. e) Focus on market shares. f) Currency and maturity mismatch.g) Poor Good Corporate Governance.h) Poor transparency and disclosure.i) Poor accounting and auditing practice

Kinerja Perbankan saat ini mengalami perbaikan. Total asset sampai dengan bulan September 2010 terus meningkat, dari 1.694 triliun menjadi 2.768 triliun. Dana pihak ketiga juga meningkat, dari 1.287 triliun pada akhir Des 2006 menjadi 2.144 triliun pada akhir Sep.2010, yang makin banyak di dominasi oleh deposito. NPL juga menurun, dari rata-rata 7 persen pada Desember 2006, menjadi 3.3 persen pada akhir Sept. 20 10. Return on Assets semakin meningkat. Sedangkan Perbankan makin efisien, ditunjukkan oleh BOPO yang makin menurun menjadi 79 persen pada Sept 2010, dibanding 86,4 persen pada akhir 2006. LDR juga makin membaik, menjadi sebesar 79 persen, dibanding tahun 2006 yang rata-rata 65 persen, menunjukkan semakin banyak dana yang digunakan untuk membiayai modal kerja maupun investasi pada sektor riil.

Outlook Perbankan tahun 2011
Kondisi CAR dari 14 bank besar yang terus mengalami tekanan dan mencapai rata-rata 12% sehingga memerlukan tambahan modal. Pertumbuhan kredit diharapkan dapat mencapai sebesar 19% � 21% dengan pertumbuhan DPK yang diperkirakan pada kisaran 16% � 17% dan NPL diharapkan berada pada kisaran 2,3% � 2,6%.

Tantangan kedepan

- Lambatnya pemulihan ekonomi global. Ketidakpastian dari kecepatan pemulihan ekonomi global berpotensi mempengaruhi kondisi likuiditas sistem keuangan.
- Meningkatnya tekanan terhadap inflasi IHK.Tekanan inflasi mulai meningkat terutama dipicu oleh kelompok volatile food akibat penurunan pasokan beberapa bahan pangan.
- Meningkatnya capital inflow berjangka waktu pendek.Peningkatan capital inflows berjangka waktu pendek ini perlu pula diwaspadai karena sangat rentan terhadap risiko pembalikan dana secara serentak dan tiba-tiba (sudden reversal) yang berpotensi mengganggu stabilitas keuangan.
- Permasalahan di sektor rill dan infrastruktur. Kinerja perekonomian ini masih menghadapi berbagai tantangan terutama yang datang dari berbagai permasalahan mikro struktural di sektor riil yang belum selesai seperti lemahnya daya saing sektor industri dan pembangunan infrastruktur yang masih tersendat.
- Melambatnya pertumbuhan dana pihak ketiga.Pertumbuhan dana pihak ketiga pada saat ini masih berada di bawah level pertumbuhan selama 5 tahun terakhir
- Meningkatnya tekanan risiko kredit konsumsi. Meskipun rasio NPL gross kredit konsumsi adalah yang terendah dibandingkan kredit jenis penggunaan lainnya, namun terdapat peningkatan tekanan risiko pada kredit jenis tersebut.
- Pemenuhan Permodalan yang sesuai, terkait dengan Penerapan Basel II terutama untuk mengcover risiko operasional. dan penerapan ICAAP (Internal Capital Adequacy Assessment Process).
- Terjadinya perubahan standar akuntansi yang menyesuaikan dengan IFRS sehingga dapat mempengaruhi kondisi keuangan bank. Terjadinya perubahan dalam metode pencatatan dengan diberlakukannya PSAK dan ISAK terbaru.
- Tingkat persaingan dalam industri perbankan yang semakin ketat. Hal ini terutama terkait dengan persaingan dalam memperebutkan dana pihak ketiga dan juga dalam upaya menyalurkan kredit.
- Perubahan sehubungan dengan adanya Basel III walaupun hal ini tidak dalam waktu dekat tetapi perlu diperhatikan.
- Memperkuat permodalan dan likuiditas.
- Memperkuat dan meningkatkan kualitas manajemen risiko.
- Memperkuat dan meningkatkan kualitas good corporate governance.
- Mendorong peningkatan disiplin pasar.
- Memperkuat Surveillance baik macroprudential maupun microprudential.
- Memperkuat infrastruktur terutama Teknologi Informasi.
- Meningkatkan kompetensi SDM.
- Mempercepat proses integrasi dalam rangka penerapan ketentuan dan Standar Akuntansi yang baru.

Dari pembahasan di atas terlihat peran Perbankan sangat penting untuk mendukung kestabilan Keuangan Nasional. IRPA juga dapat berperan serta, antara lain dengan program sosialisasi manajemen risiko, seperti yang telah dilakukan selama ini, antara lain, dengan mengundang para Dekan dan Dosen Fakultas Ekonomi, serta kunjungan ke berbagai universitas sepanjang tahun 2010 yang lalu. Semoga dengan penerapan Manajemen Risiko, prudential Banking, serta kesadaran dari pelaku usaha dalam memitigasi risiko, perekonomian Indonesia semakin baik.

Sumber bacaan:
Manajemen Risiko Guna mendukung kestabilan Keuangan Nasional, disampaikan oleh Keynotes Speech dari Bank Indonesia, Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, pada Konferensi Nasional IRPA, tanggal 21 Desember 2010.

Dikutip dari : http://edratna.wordpress.com/2011/01/03/manajemen-risiko-penting-untuk-mendukung-kestabilan-keuangan-nasional/

Thursday, December 29, 2011

Sekilas Tentang Manajemen Risiko Kredit

Eddie Cade menyatakan, bahwa definisi risiko berbeda-beda, tergantung pada tujuannya. Definisi risiko yang tepat dilihat dari sudut pandang Bank adalah, exposure terhadap ketidakpastian pendapatan. Sedangkan Philip Best menyatakan bahwa risiko adalah kerugian secara finansial, baik secara langsung maupun tidak langsung. Risiko Bank adalah keterbukaan terhadap kemungkinan rugi (exposure to the change of loss). Sedangkan menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI), risiko bisnis Bank adalah risiko yang berkaitan dengan pengelolaan usaha Bank sebagai perantaraan keuangan.
Sejalan dengan perkembangan dunia usaha, risiko bisnis yang dihadapi juga berkembang secara luas, antara lain mencakup: risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional dan risiko legal.

Pengertian dan Konsep Manajemen Risiko Kredit.
Risiko kredit merupakan risiko yang paling signifikan dari semua risiko yang menyebabkan kerugian potensial. Risiko kredit adalah risiko yang terjadi karena kegagalan debitur, yang menyebabkan tak terpenuhinya kewajiban untuk membayar hutang. Secara garis besar, risiko kredit dapat dibagi menjadi 3 (tiga): risiko default, risiko exposure, dan risiko recovery. Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai aktivitas Bank, antara lain: pemberian kredit, transaksi derivatif, perdagangan instrumen keuangan, serta aktivitas Bank yang lain, termasuk yang tercatat dalam banking book maupun trading book.

Joel Bessis menyatakan, Manajemen risiko kredit mencakup dua hal, yaitu risiko proses putusan kredit, sebelum putusan dibuat sampai menindaklanjuti komitmen kredit, ditambah risiko pemantauan dan proses laporan. Selanjutnya diperlukan pengukuran dari risiko kredit, antara lain menggunakan : limit systems and credit screening, risk quality and ratings, serta credit enhancement. Sedangkan menurut PBI (Peraturan Bank Indonesia), dinyatakan bahwa proses Manajemen Risiko Bank sekurang-kurangnya mencakup pendekatan pengukuran dan penilaian risiko, struktur limit dan pedoman serta parameter pengelolaan risiko, sistim informasi manajemen dan pelaporannya, serta evaluasi dan kaji ulang manajemen. Bank perlu melakukan manajemen terhadap risiko kredit yang melekat pada seluruh portofolio, yaitu dengan mengidentifikasi, mengukur, memonitor, mengontrol risiko kredit, serta memastikan modal yang tersedia cukup, dan dapat diperoleh kompensasi yang sesuai atas risiko yang timbul.

Stanley Fisher, menyatakan pengukuran diperlukan untuk memperbaiki manajemen risiko dan mengurangi vulnerability, yang harus dilakukan sebagai bagian penting dalam strategi regional jangka panjang. Kehati-hatian dan pengawasan sistim diperlukan agar dapat bertindak cepat dalam mengantisipasi pertumbuhan pasar yang cepat.

Perbedaan antara konsep Manajemen Risiko Kredit yang lama dan yang baru

Sebagaimana penjelasan Herman Prins, Manajemen Risiko Kredit merupakan tindakan pro-active, yang lebih menekankan pada manajemen portofolio kredit, active balance sheet, dan kuantitas risiko kredit, sehingga dapat diperoleh model risiko atas capital intensive model serta risk return yang optimal, untuk mendapatkan nilai yang maksimal.

Sebaliknya, pada Manajemen Risiko Kredit yang lama, tindakan berupa re-active, yang lebih menekankan penilaian CAMELS (Capital, Assets, Management, Equity, Liquidity and Sensitivity), review secara periodik, laporan risiko secara periodik, laporan atas konsentrasi risiko, besar exposure, tanggal jatuh tempo dan ekses limit. Berdasar pengertian tersebut, dengan menggunakan pola baru, diharapkan Bank lebih dapat memperhitungkan risiko, karena telah diperkirakan sejak sebelum penilaian terhadap aplikasi kredit yang dilakukan.

Interaksi Risiko dan Pendapatan

Beberapa risiko kredit tak dapat dihindari, karena tanpa risiko tidak akan ada pendapatan. Bank dapat mengkompensasikan dengan mengatur, bahwa pemberian kredit yang mempunyai risiko tinggi harus diimbangi dengan pendapatan yang lebih tinggi, dengan suku bunga di atas normal. Namun, pemberian putusan kredit harus dapat dijamin, apakah akan lebih banyak memberikan kredit dengan tingkat pendapatan dan pengembalian tinggi, atau terlalu berisiko, karena dapat mengakibatkan risiko potensial dalam bisnis. Manajeman Risiko Kredit akan membantu dalam menentukan tingkat risiko yang dapat diterima, dengan membuat sistim, guna menentukan risiko yang dapat diterima sebelum kredit diberikan, sehingga dapat diketahui apakah sebaiknya semua permintaan kredit akan diterima atau ditolak. Sekali kredit diberikan, kondisi dari nasabah harus dapat dipantau, dan bilamana terjadi tanda-tanda kemunduran terhadap posisi nasabah akan dapat diketahui, sehingga risiko kemungkinan pembayaran terlambat dapat diantisipasi secara dini (Bryan Coyle,2000).

Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum mengatur agar masing-masing Bank menerapkan Manajemen Risiko sebagai upaya meningkatkan efektivitas prudential banking. Konsep Manajemen Risiko yang terintegrasi, diharapkan mampu memberikan suatu sort and quick report kepada Board of Director guna mengetahui risk exposure yang dihadapi Bank secara keseluruhan.

Jadi menurut penulis, Manajemen Risiko Bank merupakan suatu alat atau metoda bagi Manajemen, untuk mengetahui seluruh jenis risiko dari Bank yang dikelolanya, sehingga dapat dilakukan pemantauan, agar Bank tidak menderita kerugian karena unexpected loss.

Bahan bacaan:
1. Bessis, J. Risk Management in Banking. West Sussex; John Wiley @ Sons Ltd., 1998.
2. Best, Philip. Implementing Value at Risk. West Sussex: John Wiley& Sons Ltd., 1998.
3. Cade, Eddie. Managing Banking Risk. New York: American Management Association, 1999.
4. Coyle, B. Measuring Credit Risk. United Kingdom: CIB Publishing, 2000.
5. Fisher, S. �Risk Management in Top Priority in Bank Restructuring�. Dikutip dari naskah presentasi tentang �Building World Class Risk Management.Capabilities in Indonesia: Overview Risk Management.� Jakarta: The Boston Consulting Group, 2001.
6. Peraturan Bank Indonesia No: 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.

Tuesday, December 27, 2011

Mengenal Risiko Bisnis dan Pengelolaannya

Dalam kegiatan apapun, risiko selalu ada, walau ada yang berisiko kecil dan ada pula yang berisiko besar. Apalagi kegiatan tersebut berkisar tentang "kegiatan usaha atau bisnis", risiko tentu muncul dengan sendirinya. Namun kita tidak perlu was-was dalam menghadapi risiko, karena ternyata risiko dalam kegiatan usaha atau bisnis dapat dikelola, artinya dapat diperkecil dampaknya sehingga tidak merugikan kegiatan usaha kita.

Secara umum, risiko bisnis terbagi menjadi dua pengertian. Pertama, risiko yang sulit diprediksi sebelumnya, dan yang kedua adalah risiko yang pasti ada dan akan dialami oleh semua orang dalam kegiatan usahanya. Dari dua pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa risiko mengandung unsur ketidak-pastian. Ketidak-pastian itu bisa menyangkut tentang waktu, besar atau tingkat kejadian dan dampaknya terhadap kegiatan usaha. Andaikata semua kejadian sudah dapat diperhitungkan sebelumnya, maka tidak ada ketidak-pastian dan juga tidak ada risiko.

Pada dasarnya risiko dapat digolongkan dalam dua kategori, yaitu: risiko yang mengandung ketidak-pastian perihal hasil akhir, meskipun salah satu hasil akhir masih dapat diharapkan, yaitu keuntungan, dan yang kedua adalah risiko yang hanya mempunyai satu hasil akhir, yaitu kerugian.

Pada dasarnya risiko masih dapat dikelola. Pengelolaan risiko adalah upaya yang sadar untuk mengidentifikasi, mengukur, dan mengendalikan bentuk kerugian yang dapat timbul. Ini merupakan upaya yang terus-menerus, karena risiko akan dihadapi oleh siapa saja, baik besar maupun kecil.

Ada tiga tindakan pokok dalam pengelolaan risiko, yaitu:

1. Identifikasi risiko.
Tindakan ini erat kaitannya dengan kemampuan kita untuk menganalisa dan memprediksi berbagai kejadian yang senantiasa dihadapi oleh setiap orang atau seorang pengusaha.

2. Pengukuran risiko.
Setelah semua kejadian kita analisa, dan kemungkinan kerugiannya kita ketahui, langkah berikutnya adalah mengukur kerugian-kerugian potensial untuk masa yang akan datang.

3. Pengendalian risiko.
Ada lima kunci utama mengendalikan risiko yang perlu diperhatikan oleh seorang pengusaha.
a. Menghindari.
Menghindari risiko biasanya sulit dilakukan karena tidak praktis dan tidak mungkin.
b. Mengurangi.
Mengurangi risiko dapat dilakukan untuk beberapa hal, misalnya pengusaha selalu memeriksa persediaan barang/bahan baku yang dimiliki, dan memeriksa catatan-catatan keuangan yang ada.
c. Menyebarkan.
Menyebarkan risiko dapat dilakukan dengan beberapa cara yang pada intinya mengurangi risiko kerugian yang akan terjadi. Misalnya, uang tunai yang ada tidak disimpan pada satu tempat saja, sebagian di Bank sebagian di Koperasi.
d. Membuat anggapan.
Membuat anggapan terhadap risiko adalah alat yang paling praktis andaikata alternatif-alternatif lain tidak dapat lagi ditemukan. Misalnya kita membuat anggapan bahwa persediaan bahan baku yang ada akan mengalami penyusutan sebesar 5% untuk jangka waktu satu bulan/tahun.
e. Mengalihkan.
Mengalihkan risiko dapat dilaksanakan dengan jalan menggunakan pihak lain untuk memikul tanggungan kerugian yang bisa terjadi. Misalnya pentimpanan uang di Bank atau Koperasi adalah salah satu bentuk pengalihan risiko yang dapat dilakukan.

Sumber : dari berbagai sumber

Monday, December 26, 2011

Apa itu Manajemen Risiko - Risk Management?

Pengertian risiko dapat dijelaskan sebagai berikut. Pengertian pertama adalah : ketidakpastian (uncertainty) yang mungkin melahirkan peristiwa kerugian (loss). Pengertian risiko yang kedua adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa (Arthur Williams, Risk Management).

Jenis risiko, yang terbagi menjadi tiga, yakni :
� Ketidakpastian ekonomi (economic uncertainty).
Contoh dari ketidak pastian ekonomi antara lain adalah hasil kompetisi bisnis, atau juga akibat globalisasi ekonomi. Dengan adanya globalisasi, maka ada begitu banyak variabel yang saling berhubungan, sehingga menimbulkan ketidakpastian. Naiknya harga minyak, krisis finansial, atau juga melemahnya dolar adalah sejumlah contoh tentang ketidakpastian ekonomi.

� Ketidakpastian alam (nature uncertainty).
Berbagai bencana alam acapkali datang dengan tidak terduga. Ada gempa bumi, tsunami atau juga banjir bandang yang tiba � tiba melanda.

� Ketidakpastian perilaku manusia (human uncertainty).
Banyak manusia yang tidak memiliki sikap disiplin yang tinggi. Contoh pengendara sepeda motor yang perilakunya acapkali melanggar aturan; sehingga menimbulkan ketidakpastian dalam pengaturan lalu lintas.

Wujud dari risiko adalah sesuatu yang harus ditanggung jika risiko itu menjadi kenyataan. Wujudnya terbagi dalam tiga aspek yakni:
1. Berupa kerugian atas harta milik/kekayaan atau penghasilan.
Misal akibat tidak teliti, maka sesorang akan terkena risiko pin kartu ATM-nya disadap, sehingga terjadi pencurian uangnya di tabungan.
2. Berupa penderitaan seseorang.
Akibat kecelakaan kerja, membuat risiko luka atau sakit yang parah.
3. Berupa tanggungjawab hukum.
Risiko akibat adanya sengketa kepemilikan tanah dengan pihak lain. Sehingga harus ada proses hukum.

Sumber : http://rajapresentasi.com/2011/09/apa-itu-manajemen-risiko-risk-management/

Tags

Aksesori Blog (3) Analisa Bisnis (4) Bisnis Hobi (10) Bisnis Jasa (7) Bisnis Kerajinan (12) Bisnis Kosmetik (1) Bisnis Makanan (13) Bisnis Money Game (1) Bisnis online (10) Bisnis Retail (6) Bisnis Rumahan (5) Bisnis Sampingan (7) Bisnis Sektor Agro (6) Bisnis sektor Ternak (1) Bisnis Souvenir (6) Bisnis Waralaba (6) Cara Sukses Bisnis (6) Character building (9) Definisi Pemasaran (3) Domain and Hosting (6) Efektivitas Pemasaran (4) Entrepreneurship (9) Etika Bisnis (6) Etos Kerja (9) Ide Bisnis (4) Inspirasi Bisnis (5) Internet Marketing (8) Jiwa Wirausaha (10) Kebutuhan Manusia (4) Kegagalan Usaha (4) Kepemimpinan (9) Kesalahan Pemasaran (4) Kiat Bisnis (2) Kiat Pemasaran (4) Kiat sukses (8) Kiat sukses Wirausaha (5) Kisah Sukses Wirausaha (8) Komunikasi Pemasaran (5) Konsep Pemasaran (5) Kreativitas Bisnis (4) Kunci Sukses Bisnis (6) Manajemen Bisnis (7) Manajemen Kepemimpinan (1) Manajemen Keuangan (6) Manajemen Konflik (7) Manajemen Mutu (6) Manajemen Mutu DikTi (1) Manajemen Organisasi (6) Manajemen pemasaran (6) Manajemen Pengawasan (7) Manajemen Risiko (6) Manajemen SDM (7) Manajemen Strategi (4) Media Pemasaran (5) Model Bisnis (6) Monetizing Site (8) Motivasi Bisnis (6) Motivasi Diri (1) Panduan blog (6) Panduan Wirausaha (1) Peluang Bisnis (3) Peluang Usaha (7) Peluang Usaha Agro (4) Peluang Usaha Hobi (5) Peluang Usaha Jasa (5) Peluang Usaha Kerajinan (4) Peluang Usaha Kuliner (8) Peluang Usaha Salon (3) Percaya diri (9) Perencanaan Bisnis (9) Perencanaan Pemasaran (8) Perilaku Konsumen (5) Persaingan Bisnis (4) Produktivitas Kerja (5) Rahasia Sukses (4) Ranking Blog (6) Risiko Bisnis (5) Sistem Pemasaran (4) Strategi Bisnis (9) Strategi Pemasaran (12) Studi Kelayakan Bisnis (4) Tingkatkan produktivitas (5) Tips Bisnis (11) Tips Memulai Wirausaha (5) Tips Pemasaran (5)