Latest News

Showing posts with label Bisnis Sektor Agro. Show all posts
Showing posts with label Bisnis Sektor Agro. Show all posts

Wednesday, May 23, 2012

Triyono, Juragan Agribisnis Beromzet Miliaran

Mungkin kita perlu mencontoh semangat Triyono, finalis tingkat nasional Penghargaan Wirausahawan Mandiri 2010 ini. Meski memiliki kekurangan fisik, ia berhasil mendirikan usaha di bidang agribisnis peternakan dan berhasil mencetak omzet hingga Rp 3 miliar per tahun.

Fisik Triyono memang tak sempurna. Meski ketika berjalan harus ditopang kruk yang mengapit di kedua lengannya, ia berhasil membuktikan kepada dunia bahwa ia mampu memberikan manfaat kepada orang lain.

Ketika ditemui KONTAN, Rabu (19/1/2011) di Jakarta, Triyono terlihat semringah. Berkali-kali ia tersenyum ketika menceritakan awal memulai bisnis. Bukan mengingat kenangan manis, tapi justru soal kesulitan dan tantangan yang ia hadapi saat membangun bisnis peternakan di Sukoharjo.

Tri, sapaan pria yang sejak berusia satu tahun divonis penyakit polio ini, bercerita bahwa ketika terjun di dunia agribisnis, dia tak banyak mendapat dukungan dari kerabat dan keluarganya sendiri. "Mereka saat itu selalu melihat ketidaksempurnaan fisik saya, mereka ragu akan kemampuan saya bekerja. Saat itulah saya merasa tidak berguna," kenang Tri.

Lelaki berumur 29 tahun ini teguh memegang prinsip: sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain. Penolakan yang selalu disematkan kepadanya ketika mencari pekerjaan menyadarkan Tri bahwa ia harus membangun usaha sendiri untuk mengasapi dapurnya. "Sudah pasti, saya adalah orang pertama yang ditolak perusahaan ketika melamar sekalipun IPK saya bagus," tuturnya sambil tersenyum.

Tri mulai merintis usaha agribisnis peternakan ketika masih berstatus sebagai mahasiswa Jurusan Pertanian dan Peternakan Universitas Sebelas Maret, Solo, tahun 2006. Dengan bermodalkan Rp 5 juta, ia memulai usaha bebek potong. Ia membeli 500 bebek untuk dia kembang biakkan dan dibesarkan di lahan pekarangan rumah keluarganya.

Ia benar-benar menerapkan ilmu peternakan yang diperoleh di bangku kuliah. Hasilnya tokcer. Banyak pesanan mampir karena kualitas bebek peternakan Tri terbilang unggul. Bebek hasil ternaknya bukan hanya sehat, tetapi juga memiliki berat proposional. Ini yang membuat harga "si kwek-kwek" selalu bagus.

Pelan tapi pasti, selama setahun Tri mampu mengumpulkan modal dari usaha bebek potongnya. Tri memakai tambahan dana itu sebagai usaha jual beli sapi menjelang Idul Adha.

Awal 2007 ia memberanikan diri memulai usaha jual beli hewan kurban. Ia mengenang, saat itu menjadi tahun terberat baginya. Selain harus mempersiapkan ujian skripsi, ia juga baru merintis agribisnis.

Walhasil, saat pagi hingga siang hari ia harus berkutat dengan kuliah. Setelah itu Tri mencurahkan waktunya membeli dan menjual sapi untuk pasokan hari raya kurban.

Seorang diri, ia memasok hewan-hewan tersebut ke beberapa daerah di sekitar Sukoharjo. Masuk keluar pasar setiap hari sudah menjadi kegiatan rutin. "Saya harus berjalan jauh dengan menggunakan kruk, mencari dan membeli sapi yang berkualitas kemudian mengantar sapi-sapi tersebut ke tempat pesanan," kenang Tri. Tapi, dia pantang menyerah meski beberapa orang kerap menolak bekerja sama dengannya.

Segala usahanya tak sia-sia. Tri lulus dengan indeks prestasi kumulatif 3,2, dan juga meraih untung dari hasil penjualan sapi kurban. Ia memutar kembali keuntungan itu sebagai modal membeli sapi dan ayam.

Menyadari peluang usaha dari agribisnis cukup besar karena menyangkut kebutuhan primer banyak orang, dengan bermodalkan Rp 20 juta, Tri pun mantap membangun usaha secara serius pada tahun 2008.

Dengan mengibarkan bendera CV Tri Agri Aurum Multifarm, Tri berbisnis peternakan terpadu sapi potong, ayam potong, dan pupuk organik. Meski tak memiliki latar belakang berbisnis, Tri mampu meraih pasar dengan cepat.

Bekal kuliah menjadi nilai plus mengembangbiakkan ternak. Alhasil, pada 2008 dia mampu meraih omzet Rp 50 juta per bulan. Dia juga berhasil membuka lapangan kerja baru di desanya.

Meski tak keluar sebagai pemenang Wirausahawan Mandiri 2010, Triyono tak kecewa. Maklum, sejatinya, melalui ajang bertaraf nasional ini, ia ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa peternakan sangat layak menjadi pilihan anak muda dalam berusaha. Asalkan, dikelola dengan manajemen yang baik.

Bagi Triyono, persoalan menang atau kalah bukanlah tujuannya mengikuti ajang Wirausahawan Mandiri 2010. Ada gol lain yang hendak dituju. Yakni, mengenalkan CV Tri Agri Aurum Multifarm ke seluruh Indonesia.

Tak hanya itu, Triyono juga ingin menunjukkan ke semua orang bahwa agribisnis bukan hanya usaha yang cocok untuk orang tua, tetapi juga dapat dikelola oleh anak muda seperti dirinya. "Saya ingin usaha agribisnis yang dikelola anak muda menjadi tren," ungkap Triyono.

Sejak mengembangkan usaha agribisnis dengan bendera Tri Agri tiga tahun lalu, omzet Triyono terus menanjak setiap tahun. Jika pada 2008, penghasilannya baru sebesar Rp 500 juta. Pada 2010 lalu pendapatannya melonjak enam kali lipat menjadi Rp 3 miliar.

Berbekal ilmu peternakan yang ia pelajari saat bangku kuliah, Triyono memulai usaha agribisnisnya dengan menjual bebek potong hingga kemudian beternak ayam dan terakhir sapi.

Kualitas ternak-ternak milik Triyono yang dibudidayakan di peternakan seluas 1 hektar tersebut terbilang unggul ketimbang ternak milik pelaku usaha lain. Meski begitu, bukan berarti Triyono boros dalam membudidayakan semua hewan ternaknya, justru sebaliknya. Tapi, "Bukan berarti saya irit memberi makanan ternak, tapi saya memberi makanan ternak secukupnya," ujar pria 29 tahun ini.

Hewan ternak yang diberi makan sesuai dengan asupannya dan tepat waktu lebih sehat dibandingkan dengan hewan ternak yang terus-terusan diberi makan. "Kami selalu memberi pakan tanpa campuran bahan kimia, hanya yang ada di lahan kamilah yang dimakan ternak, misalnya, rumput hijau," kata Triyono.

Cara ini tentu saja dapat menekan biaya operasional. Triyono juga memanfaatkan aneka bumbu dapur, seperti kunyit, jahe, dan lengkuas untuk mengobati ternak-ternaknya yang sakit akibat faktor perubahan cuaca. "Kalau ternak tak nafsu makan, tinggal diberi daun pepaya yang telah ditumbuk halus," imbuh dia.

Memanfaatkan pakan yang bersumber langsung dari alam tanpa campuran bahan kimia, Triyono mengatakan, juga akan menghasilkan sapi, ayam, dan bebek yang sehat dan bebas dari penyakit. Jadi, manajemen pakan, menurut Triyono, adalah 70 persen kunci dari keberhasilannya.

Namun, pola peternakan yang layak ditiru dari Triyono tak cuma sekadar soal memelihara, membesarkan, dan menjual hewan ternak, tetapi juga mengenai pengolahan limbah ternak.

Triyono�yang kerap memberikan penyuluhan kepada mahasiswa dari pelbagai perguruan tinggi, seperti Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Universitas Sebelas Maret Surakarta�memanfaatkan kotoran hewan ternaknya menjadi pupuk kompos, kemudian dijual ke pasar seharga Rp 350 per kilogram.

Dalam sebulan, Triyono dapat mengolah 15 ton kotoran ternak yang disulap menjadi pupuk. Pria yang sempat mengenyam pendidikan di sekolah luar biasa (SLB) selama setahun saat usia delapan tahun ini mengatakan, ide mengolah limbah peternakan muncul ketika ia melihat kotoran ternak yang makin menggunung di sekitar lahan peternakannya.

Untuk menjadi pupuk, Triyono mencampur kotoran ternak dengan tanah dan serbuk jerami. Pengerjaannya secara manual. Setelah semua bahan tercampur secara merata, kemudian dibungkus dengan plastik dan siap dijual ke pasar.

Meski usaha agribisnis seperti peternakan telah mengantarkan sebagian orang bergelimang harta, toh sektor ini belum menjadi pilihan kalangan anak muda. Selain masih dinilai terlalu kolot dan hanya cocok untuk orang tua dan masyarakat pedesaan, agribisnis khususnya peternakan dianggap tidak bergengsi.

Apalagi, Triyono mengatakan, memulai usaha di bidang agribisnis harus memiliki modal yang besar. Inilah yang membuat para peternak lebih terlihat sebagai pemasok yang hanya mengejar keuntungan semata.

Padahal, menurut Triyono, kalau usaha ini dikelola dengan baik, niscaya beternak bisa setara dengan usaha-usaha bergengsi lainnya, seperti kuliner, industri kreatif, atau jasa.

Sumber : http://bisniskeuangan.kompas.com/

Wednesday, February 1, 2012

Mengolah Limbah Cair Tahu Dan Tempe Menjadi Nata De Soja

Limbah Industri Tahu Dan Tempe Sumber Pencemaran Lingkungan

Proses pembuatan tahu dan tempe menghasilkan limbah padat dan limbah cair. Limbah padatan pada industri tahu berupa ampas tahu yang umumnya dimanfaatkan untuk pakan ternak seperti sapi, kambing, kelinci, ayam, tempe gembus, sedangkan limbah padatan pada industri tempe berupa kulit kedelai dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Limbah cair tahu dan tempe masih jarang dimanfaatkan, umumnya dibuang ke sungai atau selokan. Limbah cair industri tahu dan tempe seringkali menjadi penyebab pencemaran lingkungan yang mengganggu ekosistem dan kesehatan manusia lingkungan tersebut. Pembuangan limbah ke sungai mencemari lingkungan dan menyebabkan meningkatkan BOD (Biological Oxigen Demand) dan menimbulkan bau tidak sedap. Limbah cair industri tahu dan tempe tersebut masih mengandung nutrisi yang masih dapat diolah menjadi nata de soya. Pengolahan limbah cair industri tahu dan tempe menjaid nata de soya merupakan salah satu solusi mengatasi pencemaran lingkungan dan menghasilkan produk bernilai ekonomis yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Limbah cair produk olahan kedelai difermentasi dengan menggunakan bakteri Acetobacter xylinum sehingga dihasilkan produk nata de soya. Pemanfaatan air limbah industri tahu-tempe sebagai produk pangan memberikan manfaat yang besar bagi pengusaha industri tahu-tempe, baik nilai ekonomis maupun manfaat dalam upaya penanganan limbah. Pengolahan limbah cair tahu-tempe menjadi nata de soya merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah pencemaran. Oleh karena itu, pengembangan usaha nata de soya perlu digalakan guna mengatasi pencemaran lingkungan di wilayah pemukiman sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat.

Limbah cair industri tahu dan tempe mengandung protein dan karbohidrat yang cukup tinggi, kandungan protein dan karbohidrat dalam limbah cair tahu dan tempe tersebut dapat menjadi media hidup yang sangat baik bagi bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri ini mengubah karbohidrat dan protein dalam limbah cair tahu-tempe menjadi serat selulosa dengan tekstur yang kenyal. Limbah air tahu (whey tahu) dan limbah cair tempe selain mengandung protein juga mengandung vitamin B terlarut dalam air, lestin dan oligosakarida. Berdasarkan kandungan unsur kimiawinya.

Limbah cair tahu-tempe menjadi salah satu aliterernatif bahan baku untuk pembuatan produk nata. Nata berbahan baku limbah kedelai memiliki karakteristik produk yang secara kenampakan sedikit kekuningan, cita rasa yang khas kedelai, kenyal namun lebih mudah putus dibandingkan dengan nata de coco lebih ulet, dan kandungan seratnya cukup tinggi.

Prospek Pasar Nata De Soya

Nata de soya memiliki tekstur yang cukup baik, tidak kalah dengan nata de coco. Kadar seratnya yang cukup tinggi dan memiliki cita rasa yang nikmat sebagai bahan baku minuman instan sehingga nata de soya mampu bersaing dengan nata de coco. Sebagaimana kita ketahui bahwa pasar nata de coco sebagai produk pangan yaitu minuman kemasan dan aneka produk olahan lainnya sangat tinggi baik pasar domestik maupun pasar luar negeri. Permintaan bahan nata oleh pabrik minuman kemasan sangat tinggi per hari mencapai ratusan ton bahan mentah nata berupa lembaran atau potongan. Kebutuhan produk nata yang sangat tinggi tersebut, menjadi peluang bisnis bagi para petani nata untuk bermitra dengan perusahaan besar yang ada di tanah air. Selain sebagai produk pangan, di negara maju seperti Jepang, saat ini nata telah dikembangkan sebagai produk non-pangan yaitu bahan baku elektronik dan komposit baja ringan.

Melihat potensinya yang sangat besar tersebut Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk mengolah aneka limbah pangan menjadi produk nata. Saat ini, di pasaran sudah familier produk nata dari bahan air kelapa (nata de coco), limbah cair olahan kedelai (nata de soya), umbi singkong atau limbah cair pengolahan industri singkong (nata de cassava). Masing-masing produk nata dari bahan baku baku yang berbeda tersebut memiliki aroma khas, tekstur dan tampilan yang sedikit berbeda. Namun, secara umumnya memiliki prospek pasar yang sama besar, meskipun saat ini produk nata de coco lebih familier dan permintaanya paling tinggi.

Proses Produksi Nata De Soya

Limbah cair industri tahu-tempe yang telah didiamkan kurang lebih 2-3 hari (agar pH turun 3-4 sehingga asam), disaring dengan kain kasa agar kotoran-kotoran dan partikel kasar dapat dipisahkan, kemudian direbus dengan panci dengan tungku berbahan bakar kayu, setelah mendidih ditambahkan ZA 80 gram, gula pasir 100 gram, asam cuka 120 ml untuk media 50 liter limbah cair tahu atau tempe, diaduk-aduk kurang lebih 10-15 menit kemudian dituangkan kedalam nampan yang sudah disiapkan dengan penutup koran yang telah diikat dengan karet ban. Susun nampan yang telah diisi media larutan tersebut pada rak. Nampan dapat disusun bertingkat 5-10 nampan dengan bersilangan. Setalah dingin kurang lebih 5-7 jam, media larutan dalam nampan tersebut diinokulasi dengan menggunakan bakteri Acetobacter xylnum kurang lebih 10% dari media larutan dalam nampan. Proses fermentasi akan berlangsung 8 � 10 hari. Lakukan pemanenan. Tampung nata de soya hasil panen dalam drum plastik yang diisi dengan air. Penyimpanan akan dapat bertahan lama apabila selalu diganti dengan air.

Lebih Jelasnya Ada Di Buku �Mengolah Limbah Menjadi Rupiah: Industri Nata De Coco, Nata De Cassava, Nata De Soya� penerbit Andi Offset

Selamat Mencoba, dan berwirausaha�.Anda Bisa!!!

Sumber : http://agrotekno.blogspot.com/2011/10/mengolah-limbah-cair-tahu-dan-tempe.html

Wednesday, January 25, 2012

Ikan, Cabe dan Strategi Bisnis Agro

Tiba-tiba, HP bekedip-kedip di meja di atas meja, selarik nama yang sangat aku kenal tapi jarang menyapa, mendadak hadir. Ya, seorang kawan lama pas kuliah di kota gudeg menyapa. Setelah berbasa-basi, �Eh, aku ada di Jakarta sekarang, di pelabuhan sedang menurunkan ikan, ngobrol sebentar yuk?� Sebuah tawaran langka seorang kawan lama, yang �tidak sopan� untuk ditolak. Akhirnya ditemani hembusan angin pantai, kita mengobrol santai sambil melihat pemandangan �turunnya� ikan dari kapal. Mendadak saya kagum melihat �pemandangan� di sore itu.

Melihat fenomena jarang dilihat, setidaknya buat saya, menyadarkan betapa banyak orang yang bisa �dihidupi� dari lautan kita yang maha luas. Disamping para nelayan itu sendiri yang jumlahnya puluhan, ada beberapa sopir mobil pengangkut ikan yang mengangkut ikan-ikan tersebut ke pabrik pemrosesan ikan di dekat dermaga. Belum lagi para kuli panggul, penjual dadakan yang mengerumuni para nelayan yang turun sauh. Kesannya tidak beraturan, bau anyir menusuk, tapi sungguh ada sebuah tetesan kebeningan distribusi yang menetes pada saudara-saudara kita tersebut. Pada raut wajah mereka, terbaca sebersit asa untuk kehidupan keluarganya di kampung. Kata teman saya, para nelayan yang menjadi kru kapal adalah orang-orang tangguh yang terbiasa hidup berminggu-minggu di kapal menemani badai dan angin.

Ada rasa kagum menyelinap di hati akan kegigihan kawan saya menerjuni bidang ini. Secara materi dia cukup mapan, di sisi lain bisnis yang digelutinya itu menyejahterakan saudara-saudara kita yang masih berkubang didera kemiskinan. �Terkadang miris juga Don, tidak banyak orang kita menekuni bidang ini�, sesalnya. Tidak hanya di tingkatan nelayan seperti teman saya itu, di bagian memprosesan ikan pun bahkan banyak perusahaan dikuasai perusahaan patungan asing Hong Kong, Taiwan. �Dua pertiga Negara kita adalah air� kata ibu guru IPS saya dulu di sebuah SD di kota kecil, terngiang-ngiang jelas aksentuasinya. Tapi yang memanfaatkan secara maksimal pernyataan itu, ternyata bukan dari anak negeri yang dikenal subur loh jinawi ini. Tapi orang lain. Cukup menyesakkan dada pembicaraan singkat di tepi dermaga di sore hari.

Sementara itu, Mbak pengasuh di rumah juga sedang mengeluhkan �mahalnya� cabe yang mengakibatkan pedasnya teman makan yang merupakan kategori wajib mendadak tereduksi. Di beberapa warung dan restoran pun yang biasanya sambal melimpah ruah mendadak tampil minimalis. Barangkali fenomena anomali ini bakal menjadi tertawaan banyak orang, di sebuah Negara nan subur dan mengaku sebagai Negara agraris �kedodoran� mengurusi sebuah komoditi warisan yang merupakan tradisi turun temurun.

Sepertinya sudah saatnya kita menyadari sungguh-sungguh serta fokus terhadap kekuatan dasar yang kita miliki, tapi kita lupakan. Kita ikut-ikutan mencebur sebuah industri yang barangkali dipandang �wah� oleh orang-orang di belahan dunia lain, tetapi agak asing diterapkan oleh kebanyakan orang yang hidup dan tinggal di Republik ini. Sehingga menyebabkan kita sendiri kehilangan �kendali� terhadap suatu produk yang notabene merupakan �soul� kita. Pernah saya tulis di Blog ini,seorang petani �hijrah� ke kota, menjual lahannya untuk dilego sebuah motor dan beralih menjadi tukang ojek, karena hasil pertanian yang diandalkan, gagap menghidupi keluarganya. Kasihan�.

Sebuah Institut Pertanian berwibawa yang didirikan dengan susah payah, dan untuk masuknya menjadi mahasiswa juga super susah pula menjadi mandul, bukan karena mahasiswa-nya bego, tapi strategi blue print sektor agro dan perikanan kurang digarap secara serius, jadi anak tiri. Tak heran dengan sebuah lelucon lama, seorang kolega alumni yang kebetulan lulusan institut pertanian itu berseloroh IPB itu singkatan Institut Perbankan Bogor, karena lebih banyak jebolannya bekerja di perbankan ketimbang mengurusi sektor agro.

Teknologi yang dibangun di negeri ini sepertinya tidak ramah terhadap bidang yang sesungguhnya merupakan strength yang kita punyai. Jangan malu untuk merubah haluan (turn around), tidak ada kata terlambat. Saatnya untuk mengaca kemampuan bisnis yang akan menopang kita bersaing lebih laju. Terima kasih atas undangannya ke dermaga Kawan Teguh, Terima kasih atas keluhannya tentang mahalnya cabe dari Mbak. Ada yang salah dan harus didekonstruksi dari strategi bisnis agro kita, sebelum �tersesat� lebih jauh. Fokuslah terhadap kekuatan kita merupkan salah satu basis memenangkan bisnis�..�If you lose your focus, you will lose your business� kata Jack Trout.

Sumber : http://manuverbisnis.wordpress.com/2011/01/06/ikan-cabe-dan-strategi-bisnis-agro/

Monday, January 9, 2012

Prospek Agrobisnis Indonesia

"Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat, kayu dan batu jadi tanaman"  'begitu lirik dari penyanyi kondang jaman dahulu, Koes Plus'.

Indonesia diketahui memiliki keragaman jenis buah-buahan dan sayuran tergolong tertinggi di dunia, namun ironisnya buah-buahan impor termasuk yang berasal dari negeri subtropis membanjiri pasar domestrik. Di pasaran lokal buah-buahan yang berasal dari Thailand, Cina, dan Australia, diantaranya sudah begitu dikenal, sedangkan buah-buahan tropis asal negeri sendiri tenggelam.

Data Japan Custom menunjukkan pangsa Indonesia sendiri sekitar 4% per tahunnya dengan impor migas yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan non-migas. Pada 2002 tercatat pangsa impor migas Jepang dari Indonesia mencapai 10,07% sedangkan impor non-migas hanya 2,79%. Namun, sejak 1998 pangsa pasar komoditas non-migas Indonesia terus meningkat dengan produk yang dominan diantaranya kayu lapis (plywood), tembaga, kertas dan produk kertas, karet alam, ikan termasuk udang, nikel, kopi, benang sintetik, dan furnitur.

Tiga komoditas andalan sektor agribisnis yang selama ini menjadi penyumbang terbesar ekspor non-migas Indonesia ke Jepang adalah karet alam, udang, dan kopi. Data dari UNSD Comtrade (2006) menunjukkan bahwa pangsa pasar produk karet alam Indonesia dalam lima tahun terakhir terus meningkat dari 9,9% pada 2001 menjadi 18,6% pada 2005. Nilai impornya pun terus meningkat dari USD174 juta pada 2001 menjadi USD597 juta pada 2005. Total nilai impor produk karet alam Jepang pada 2005 mencapai USD3,2 miliar.

Untuk mendukung pengembangan potensi produk Agrobisnis di Indonesia, penelitian terhadap buah Indonesia sebenarnya telah lama dilakukan oleh peneliti di Departemen Pertanian dan Institut Pertanian Bogor, namun hal itu dilakukan sendiri-sendiri. Penelitian terpadu, mulai dari pengembangan bibit hingga teknologi pemasarannya baru dilakukan tahun 1996, yaitu dalam program Riset Unggulan Strategis Nasional (Rusnas) yang diselenggarakan Kementerian Riset dan Teknologi.

Melihat masalah yang kompleks dan cakupan kegiatan riset yang luas, menurut Direktur Rusnas Buah Prof Syafrida Manuwoto program ini memerlukan kurun waktu yang panjang untuk memperoleh hasil yang optimal. Negara tetangga Malaysia dan Thailand telah menjalani program riset buah-buahan masing-masing selama 30 dan 40 tahun. Duren Bangkok diantaranya merupakan produk riset yang lama dari negeri Gajah Putih ini.

Sementara itu Indonesia dengan empat buah unggulannya menetapkan jangka waktu riset. Riset manggis memerlukan waktu 15 tahun, sedangkan lamanya riset nenas dan pisang berkisar 7 - 10 tahun. Pepaya tergolong cepat dalam pengembangannya hanya 7 tahun. Setelah melalui tahap pemuliaan, direncanakan tahun depan akan dilepas varietas unggul pepaya oleh Menteri Pertanian.

Manggis selama ini merupakan komoditas yang buyer market, pihak pembeli yang mencari. Sejak beberapa tahun terakhir ini manggis memang merupakan primadona ekpor Indonesia, dengan negara tujuan Thailand, Singapura, Hongkong atau Cina, dan Jepang. Di negara-negara tersebut manggis menjadi bagian dari sesaji pada upacara keagamaan.

Harga ekspor manggis di pasar dunia bisa mencapai 8 hingga 10 dollar AS perkilogram. Namun di tingkat petani harganya hanya Rp 500,- perkilogram. Penjualan manggis selama ini berdasarkan sortasi, untuk mendapat ukuran yang seragam. Namun dari hasil panen yang ada hanya sekitar 5 hingga 10 persen yang memenuhi syarat untuk diekpor.

Pangsa Pasar Agrobisnis

Pangsa pasar dari sayur  'sayuran dan buah ' buahan adalah negara-negara yang tidak memilik lahan pertanian yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya seperti Singapura, Jepang, dan Hongkong. Pasar ini cukup menjanjikan bagi para negara pemasok yang berada di sekitarnya.

Hongkong merupakan negara kota yang berpenduduk padat. Luas lahan pertanian di Hongkong hanya 7 % dari luas total, sehingga 75% kebutuhan sayuran dan buah harus diimpor. Berdasarkan data Hongkong Export and Import. Jenis sayuran yang diimpor adalah kentang, tomat, kol, brokoli, selada, wartel, ketimun, jamur, asparagin dan bayam. Indonesia berpeluang untuk mengisi pasar sayuran untuk jenis tomat, kubis, dan wortel. Pemasok sayuran ke Hongkong terbesar adalah Cina karena merupakan negara yang sangat berdekatan dengan Hongkong dan memiliki tenaga kerja pertanian yang murah. Tetapi dalam hal ini tidak semua jenis bahan-bahan pertanian yang diperlukan oleh Hongkong dipasok dari Cina tetapi beberapa negara lainnya seperti Amerika Serikat, Thailand, Australia dan Jepang juga memasok kebutuhan sayur-sayuran dan buah-buahan Hongkong.

Untuk pasar agrobisnis di Jepang, pemerintah telah mengumumkan Kesepakatan Kemitraan Ekonomi Indonesia dan Jepang atau dikenal dengan Indonesia - Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) pada 28 November lalu.

Tapi jika ditelisik lebih mendalam, sektor pertanian Indonesia, dalam arti luas ( termasuk perikanan dan kehutanan ), berpeluang untuk lebih berkembang dengan adanya kesepakatan ini. Hal ini dikarenakan Jepang berjanji untuk memperluas akses produk pertanian dan manufaktur Indonesia melalui penurunan tarif impor atau bea masuk produk Indonesia secara bertahap dalam kurun waktu 3 hingga 10 tahun. Sekitar 90% produk pertanian dan manufaktur Indonesia akan diturunkan tarif impornya, ada yang langsung menjadi 0% dan ada pula yang bertahap hingga 2016, meskipun untuk produk-produk yang dianggap sensitif, seperti beras dan kayu lapis (plywood), tidak tercakup dalam kesepakatan ini; dengan kata lain produk-produk ini tarif impornya tetap.

Menurut data dari Japan Eksports and Imports, Jepang merupakan negara pengimpor sayuran segar dan sayuran beku. Impor terbesar sayuran segar adalah untuk labu kuning, kubis, brokoli dan wartel, sedangkan sayuran beku yang banyak diimpor adalah kentang, green soybenus, jagung manis dan bayam.

Sayuran di Singapura memiliki harga yang cukup tinggi mengingat kelangkaan komoditas ini. Harga sayuran di pasar Singapura saat ini rata-rata dihargai S$ 1 per kilogramnya. Angka ini menarik bagi negara tetangganya seperti Indoneasia dan Malaysia yang memiliki lahan pertanian sehingga bersaing ongkos angkutnya

Dari data statistik pilihan teratas impor sayuran Singapura, terlihat bahwa mayoritas produk ekspor Indonesia ke Singapura adalah kentang dengan pangsa pasar 53.3 %, kubis 34.8 % dan tomat 17.6 %. Indonesia adalah supplier sayuran segar kelima terbesar untuk Singapura setelah Malaysia, Cina, Australia, dan India.

Kebutuhan :
1. Data - Data Ekspor Agrobisnis Indonesia Th.2008.
2. Negara tujuan Ekspor produk Agrobisnis Th.2008.
3. Daftar Produk Komoditas Ekspor Indonesia Th. 2008.
[https://peluangjitu.blogspot.com/2012/01/prospek-agrobisnis-indonesia.html ]

Sumber : http://bisnisukm.com/prospek-agrobisnis-indonesia.html

Sunday, January 8, 2012

Peluang Bisnis Pepaya California

Buah pepaya sudah tidak asing lagi di tengah-tengah kita, pemanfaatan buah ini telah merambah berbagai kebutuhan hidup. Buah pepaya yang selama ini ada di sekitar kita memiliki ukuran yang cukup besar, tidak akan habis jika dikonsumsi satu orang dalam satu waktu. Padahal menurut ahli gizi buah pepaya yang dikupas terlalu lama akan kehilangan banyak kandungan gizi. Hal inilah yang menjadikan bisnis pepaya California cukup potensial untuk ditekuni. Karena Pepaya California memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan pepaya jenis lain. Rata-rata ukuran pepaya California hanya separuh dari pepaya biasa.

Pepaya California sebenarnya berasal dari Amerika Tengah dan Karibia, namun yang berkembang di Indonesia adalah hasil pemuliaan tanaman dari Pusat Kajian Buah-buahan Tropika- Institut Pertanian Bogor (PKBT-IPB) dengan nama IPB-9.

Bisnis budidaya Pepaya California ini cukup menjanjikan dan tengah menjadi incaran banyak orang. Di supermarket besar, harga jual pepaya ini bisa mencapai Rp 8.000 per kilogram (kg). Bandingkan dengan pepaya bangkok yang hanya sekitar Rp 4.000 per kg.

Budidaya Pepaya California mulai menghasilkan buah siap petik pada usia 7 bulan sampai 9 bulan dengan usia produktif selama 28-30 bulan. Jika Pepaya California sudah berproduksi, kita bisa memanen pepaya segar satu minggu sekali. Setiap pohon bisa menghasilkan buah sekitar 50 kg � 80 kg selama usia produktif. Keungulan lain dari bisnis Budidaya Pepaya California adalah penanaman dengan pola pertanian organik, sehingga memiliki nilai tambah.(Galeriukm).

Sumber:
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/peluang%20usaha/53476/Sudah-mungil-dan-mulus-si-pepaya-hebat-pula-memikat-fulus

Tuesday, January 3, 2012

Sukses Usaha Di Sektor Agrobisnis Walau Dalam Keterbatasan

Keterbatasan fisik terkadang membuat orang berhenti berkreasi dan beraktifitas produktif. Namun tidak demikian halnya dengan Triyono, lelaki 29 tahun dari Sukoharjo ini justru sukses usaha di sektor Agrobisnis karena keterbatasan fisiknya. Keterbatasan fisiknya sudah pasti menjadi salah satu alasan orang untuk menolaknya ketika melamar pekerjaan di suatu perusahaan. Hal inilah yang mendorong Triyono untuk membuka usaha sendiri di bidang agrobisnis. Selain itu prinsip yang dianutnya: sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain turut memperkuat semangat untuk membuka usaha sendiri.

Pilihan bisnisnya jatuh pada usaha Agrobisnis, selain karena latar belakang pendidikannya adalah jurusan Pertanian dan Peternakan Universitas Negeri Sebelas Maret, ia menganggap usaha di sektor Agrobisnis memiliki peluang yang cukup besar. Dengan bermodalkan Rp 5 juta, ia memulai usaha bebek potong. Ia membeli 500 bebek untuk dia kembang biakkan dan dibesarkan di lahan pekarangan rumah keluarganya.

Ia benar-benar menerapkan ilmu peternakan yang diperoleh di bangku kuliah. Hasilnya tokcer. Banyak pesanan mampir karena kualitas bebek peternakan Tri terbilang unggul. Bebek hasil ternaknya bukan hanya sehat, tetapi juga memiliki berat proposional. Ini yang membuat harga �si kwek-kwek� selalu bagus.

Pelan tapi pasti, selama setahun Tri mampu mengumpulkan modal dari usaha bebek potongnya. Tri memakai tambahan dana itu sebagai usaha jual beli sapi menjelang Idul Adha.

Usaha Agrobisnisnya semakin berkembang, awal 2007 ia memberanikan diri memulai usaha jual beli hewan kurban. Ia mengenang, saat itu menjadi tahun terberat baginya. Selain harus mempersiapkan ujian skripsi, ia juga baru merintis usaha agrobisnis.

Walhasil, saat pagi hingga siang hari ia harus berkutat dengan kuliah. Setelah itu Tri mencurahkan waktunya membeli dan menjual sapi untuk pasokan hari raya kurban.

Seorang diri, ia memasok hewan-hewan tersebut ke beberapa daerah di sekitar Sukoharjo. Masuk keluar pasar setiap hari sudah menjadi kegiatan rutin. �Saya harus berjalan jauh dengan menggunakan kruk, mencari dan membeli sapi yang berkualitas kemudian mengantar sapi-sapi tersebut ke tempat pesanan,� kenang Tri. Tapi, dia pantang menyerah meski beberapa orang kerap menolak bekerja sama dengannya.

Segala usahanya tak sia-sia. Tri lulus dengan indeks prestasi kumulatif 3,2, dan juga meraih untung dari hasil penjualan sapi kurban. Ia memutar kembali keuntungan itu sebagai modal mengembangkan usaha agrobisnis dengan membeli sapi dan ayam.

Menyadari peluang usaha dari agrobisnis cukup besar karena menyangkut kebutuhan primer banyak orang, dengan bermodalkan Rp 20 juta, Tri pun mantap membangun usaha secara serius pada tahun 2008.

Dengan mengibarkan bendera CV Tri Agri Aurum Multifarm, Tri berbisnis peternakan terpadu sapi potong, ayam potong, dan pupuk organik. Meski tak memiliki latar belakang berbisnis, Tri mampu meraih pasar dengan cepat.

Bekal kuliah menjadi nilai plus mengembangbiakkan ternak. Alhasil, pada 2008 dia mampu meraih omzet Rp 50 juta per bulan. Dia juga berhasil membuka lapangan kerja baru di desanya.

Meski tak keluar sebagai pemenang Wirausahawan Mandiri 2010, Triyono tak kecewa. Maklum, sejatinya, melalui ajang bertaraf nasional ini, ia ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa peternakan sangat layak menjadi pilihan anak muda dalam berusaha. Asalkan, dikelola dengan manajemen yang baik.

Bagi Triyono, persoalan menang atau kalah bukanlah tujuannya mengikuti ajang Wirausahawan Mandiri 2010. Ada gol lain yang hendak dituju. Yakni, mengenalkan CV Tri Agri Aurum Multifarm ke seluruh Indonesia.

Tak hanya itu, Triyono juga ingin menunjukkan ke semua orang bahwa agrobisnis bukan hanya usaha yang cocok untuk orang tua, tetapi juga dapat dikelola oleh anak muda seperti dirinya. �Saya ingin usaha agrobisnis yang dikelola anak muda menjadi tren,� ungkap Triyono.

Sejak mengembangkan usaha agrobisnis dengan bendera Tri Agri tiga tahun lalu, omzet Triyono terus menanjak setiap tahun. Jika pada 2008, penghasilannya baru sebesar Rp 500 juta. Pada 2010 lalu pendapatannya melonjak enam kali lipat menjadi Rp 3 miliar.

Kualitas ternak-ternak milik Triyono yang dibudidayakan di peternakan seluas 1 hektar tersebut terbilang unggul ketimbang ternak milik pelaku usaha lain. Meski begitu, bukan berarti Triyono boros dalam membudidayakan semua hewan ternaknya, justru sebaliknya. Tapi, �Bukan berarti saya irit memberi makanan ternak, tapi saya memberi makanan ternak secukupnya,� ujar pria 29 tahun ini.

Hewan ternak yang diberi makan sesuai dengan asupannya dan tepat waktu lebih sehat dibandingkan dengan hewan ternak yang terus-terusan diberi makan. �Kami selalu memberi pakan tanpa campuran bahan kimia, hanya yang ada di lahan kamilah yang dimakan ternak, misalnya, rumput hijau,� kata Triyono.

Cara ini tentu saja dapat menekan biaya operasional. Triyono juga memanfaatkan aneka bumbu dapur, seperti kunyit, jahe, dan lengkuas untuk mengobati ternak-ternaknya yang sakit akibat faktor perubahan cuaca. �Kalau ternak tak nafsu makan, tinggal diberi daun pepaya yang telah ditumbuk halus,� imbuh dia.

Memanfaatkan pakan yang bersumber langsung dari alam tanpa campuran bahan kimia, Triyono mengatakan, juga akan menghasilkan sapi, ayam, dan bebek yang sehat dan bebas dari penyakit. Jadi, manajemen pakan, menurut Triyono, adalah 70 persen kunci dari keberhasilannya.

Namun, pola peternakan yang layak ditiru dari Triyono tak cuma sekadar soal memelihara, membesarkan, dan menjual hewan ternak, tetapi juga mengenai pengolahan limbah ternak.

Triyono�yang kerap memberikan penyuluhan kepada mahasiswa dari pelbagai perguruan tinggi, seperti Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Universitas Sebelas Maret Surakarta�memanfaatkan kotoran hewan ternaknya menjadi pupuk kompos, kemudian dijual ke pasar seharga Rp 350 per kilogram.

Dalam sebulan, Triyono dapat mengolah 15 ton kotoran ternak yang disulap menjadi pupuk. Pria yang sempat mengenyam pendidikan di sekolah luar biasa (SLB) selama setahun saat usia delapan tahun ini mengatakan, ide mengolah limbah peternakan muncul ketika ia melihat kotoran ternak yang makin menggunung di sekitar lahan peternakannya.

Untuk menjadi pupuk, Triyono mencampur kotoran ternak dengan tanah dan serbuk jerami. Pengerjaannya secara manual. Setelah semua bahan tercampur secara merata, kemudian dibungkus dengan plastik dan siap dijual ke pasar.

Meski usaha agrobisnis seperti peternakan telah mengantarkan sebagian orang bergelimang harta, toh sektor ini belum menjadi pilihan kalangan anak muda. Selain masih dinilai terlalu kolot dan hanya cocok untuk orang tua dan masyarakat pedesaan, agribisnis khususnya peternakan dianggap tidak bergengsi.

Apalagi, Triyono mengatakan, memulai usaha di bidang agrobisnis harus memiliki modal yang besar. Inilah yang membuat para peternak lebih terlihat sebagai pemasok yang hanya mengejar keuntungan semata.

Padahal, menurut Triyono, kalau usaha ini dikelola dengan baik, niscaya beternak bisa setara dengan usaha-usaha bergengsi lainnya, seperti kuliner, industri kreatif, atau jasa.(Galeriukm).

Sumber:
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/01/25/11355699/Triyono.Juragan.Agribisnis.Beromzet.Miliaran

Tags

Aksesori Blog (3) Analisa Bisnis (4) Bisnis Hobi (10) Bisnis Jasa (7) Bisnis Kerajinan (12) Bisnis Kosmetik (1) Bisnis Makanan (13) Bisnis Money Game (1) Bisnis online (10) Bisnis Retail (6) Bisnis Rumahan (5) Bisnis Sampingan (7) Bisnis Sektor Agro (6) Bisnis sektor Ternak (1) Bisnis Souvenir (6) Bisnis Waralaba (6) Cara Sukses Bisnis (6) Character building (9) Definisi Pemasaran (3) Domain and Hosting (6) Efektivitas Pemasaran (4) Entrepreneurship (9) Etika Bisnis (6) Etos Kerja (9) Ide Bisnis (4) Inspirasi Bisnis (5) Internet Marketing (8) Jiwa Wirausaha (10) Kebutuhan Manusia (4) Kegagalan Usaha (4) Kepemimpinan (9) Kesalahan Pemasaran (4) Kiat Bisnis (2) Kiat Pemasaran (4) Kiat sukses (8) Kiat sukses Wirausaha (5) Kisah Sukses Wirausaha (8) Komunikasi Pemasaran (5) Konsep Pemasaran (5) Kreativitas Bisnis (4) Kunci Sukses Bisnis (6) Manajemen Bisnis (7) Manajemen Kepemimpinan (1) Manajemen Keuangan (6) Manajemen Konflik (7) Manajemen Mutu (6) Manajemen Mutu DikTi (1) Manajemen Organisasi (6) Manajemen pemasaran (6) Manajemen Pengawasan (7) Manajemen Risiko (6) Manajemen SDM (7) Manajemen Strategi (4) Media Pemasaran (5) Model Bisnis (6) Monetizing Site (8) Motivasi Bisnis (6) Motivasi Diri (1) Panduan blog (6) Panduan Wirausaha (1) Peluang Bisnis (3) Peluang Usaha (7) Peluang Usaha Agro (4) Peluang Usaha Hobi (5) Peluang Usaha Jasa (5) Peluang Usaha Kerajinan (4) Peluang Usaha Kuliner (8) Peluang Usaha Salon (3) Percaya diri (9) Perencanaan Bisnis (9) Perencanaan Pemasaran (8) Perilaku Konsumen (5) Persaingan Bisnis (4) Produktivitas Kerja (5) Rahasia Sukses (4) Ranking Blog (6) Risiko Bisnis (5) Sistem Pemasaran (4) Strategi Bisnis (9) Strategi Pemasaran (12) Studi Kelayakan Bisnis (4) Tingkatkan produktivitas (5) Tips Bisnis (11) Tips Memulai Wirausaha (5) Tips Pemasaran (5)