Latest News

Showing posts with label Entrepreneurship. Show all posts
Showing posts with label Entrepreneurship. Show all posts

Tuesday, August 16, 2011

Mempersiapkan Generasi Wirausahawan Baru Indonesia

When planning for a year, plant corn.

When planning for a decade, plant trees.

When planning for life, train and educate people.

(Chinese proverb by Guanzi - 645BC)




Penelitian yang dilakukan oleh Global Entrepreneurship Monitor (GEM) di 42 negara pada tahun 2006, termasuk Indonesia, mendapati terbanyak wirausahawan memulai kegiatan usaha mereka di usia 25-34 tahun. Usia ini adalah saat sebagian besar orang lulus dari perguruan tinggi atau bekerja kurang dari 10 tahun.



Hal tersebut menunjukkan bahwa wirausahawan Indonesia saat ini adalah "produk" dunia pendidikan di era tahun 1978-1988, saat sekolah-sekolah sangat dibatasi kreatifitasnya dan lebih banyak mengejar kuantitas isi (materi) daripada inovasi.



Tidaklah heran jika kita dapati generasi wirausahawan Indonesia saat ini sangat miskin inovasi. Ditambah lagi kenyataan bahwa sebagian besar dari mereka memulai berwirausaha karena keterpaksaan (necessity), menjadikan usaha mereka sukar berkembang dan bersaing di pasar global. Sebagian besar dari mereka bukanlah wirausahawan sejati.



Oleh karena itu, adalah tugas dunia pendidikan mempersiapkan generasi baru wirausahawan Indonesia. Dunia pendidikan harus berbenah agar generasi muda dipersiapkan sejak dini. Melakukan transformasi agar kelak kita bisa melihat jutaan wirausahawan sejati dilahirkan di bumi pertiwi.



Siapakah Wirausahawan Sejati?



Tulisan ilmiah dan penelitian tentang kewirausahaan telah berkembang dan tersebar dalam berbagai disiplin ilmu seperti ekonomi, psikologi, sosial dan manajemen.



Salah satu subjek penelitian yang populer, selain proses kewirausahaan, adalah tentang profil wirausahawan sejati. Apakah seorang wirusahawan sejati memiliki sesuatu yang khusus yang membedakannya dengan orang biasa?



Ada berbagai jawaban yang dihasilkan. Bahkan, tahun 1998, Michael Morris seorang profesor dari Georgetown University menyebutkan ada 17 karakter khusus wirausahawan yang dikumpulkannya dari berbagai penelitian yang telah dilakukan dalam bidang kewirausahaan.



Walaupun demikian, didalam keragaman pendapat tersebut, hampir semua ahli menyetujui bahwa terdapat satu ciri yang membedakan seorang wirausahawan. Adalah kemampuannya untuk menemukan dan menciptakan sebuah peluang serta secara aktif mewujudkannya menjadi sesuatu yang bernilai untuk masyarakat.



Bagaimana Cara Mendidiknya ?



Dengan mengacu kepada hasil penelitian tentang ciri khusus wirausahawan sejati, pertanyaan berikutnya adalah, dapatkah mereka dipersiapkan? Jika dapat, bagaimana caranya?



Ada pro dan kontra untuk jawaban pertanyaan tersebut. Namun satu pendapat menarik mengatakan, bahwa jika wirausawan sejati tidak dapat dilatih, maka "profesi" ini akan menjadi satu-satunya di dunia ini yang tidak bisa disentuh dunia pendidikan. Satu hal yang tentu saja sangat absurd.



Bahkan Peter Drucker, seorang guru dibidang manajemen modern pun mengatakan bahwa wirausahawan sejati dapat dilatih. Hanya saja memang perlu perubahan dan terobosan pada metoda belajar yang tradisional serta perlu didukung oleh lingkungan yang entrepreneurial (bercirikan kewirausahaan).



Sampai saat ini, memang belum ada satu program atau kurikulum yang dianggap terbaik dalam mendidik calon wirausahawan. Namun dari berbagai penelitian dan percobaan, terdapat dua hal yang dianggap sebagai faktor kunci untuk melatih calon wirausawahan.



Pertama adalah metoda belajar yang berbasiskan pengalaman (experiental learning). Dengan metoda ini, peserta dibawa kedalam situasi khusus dimana mereka akan secara sekaligus memahami konsep, melatih ketrampilan dan membentuk sikap dan semangat seeorang wirausahawan sejati. Pengalaman yang direncanakan secara bertahap dan berkesinambungan yang pada akhirnya akan membawa peserta menjadi (to be) seorang wirausahawan sejati.



Kedua adalah metoda dan lingkungan belajar yang melibatkan mentor (mentor based learning). Mentor adalah wirausahawan aktif yang dapat "menularkan" semangat dan pola pikir wirausawahan kepada para peserta. Selain itu, para mentor juga diharapkan membuka akses informasi kepada para calon wirausahawan. Akses yang dapat membantu peserta menemukan dan menciptakan peluang.



Transformasi Dunia Pendidikan



Agar dapat mengaplikasikan metoda dan lingkungan belajar tersebut, maka dunia pendidikan harus melakukan transformasi diri. Tanpa transformasi yang sungguh-sungguh semua metoda tersebut pada akhirnya hanya akan baik diatas kertas namun akan mendapatkan banyak kendala dalam pelaksanaannya.



Transformasi pertama adalah pada sistem dan budaya pengelolaan sekolah. Sistem dan budaya yang bercirikan birokrasi harus dirombak menjadi sistem dan budaya yang entrepreneurial. Sebagai contoh, dengan budaya baru ini, seluruh jajaran sekolah mendapatkan kesempatan dan penghargaan jika mereka melakukan inovasi untuk kemajuan sekolah mereka..



Transformasi kedua adalah pada standar perilaku dan kompetensi staf pengajar. Mereka tidak boleh lagi menjadikan diri mereka sebagai satu-satunya sumber pengetahuan, tetapi lebih menjadi seorang pengajar pembelajar (learning teacher) yang bersama-sama para anak didik menggali dan mengolah subjek materi sehingga menjadi sesuatu yang lebih bernilai.



Transformasi ketiga adalah pada sistem evaluasi (assessment) para anak didik. Evaluasi harus dikembangkan tidak hanya pada tingkatan yang rendah yaitu mengingat dan memahami materi, tetapi harus dibawa ke tingkat yang lebih tinggi hingga dapat melakukan aplikasi dan kreasi.



Terakhir dan terpenting, transformasi juga harus dilakukan pada peran, peraturan dan kebijakan pemerintah. Dengan keterbukaan dan pemahaman yang baru tentang pentingnya kewirausahaan dimasa mendatang, seharusnya pemerintah mulai dengan menetapkan visi baru dunia pendidikan dan membangun peran, peraturan dan kebijakan yang mengacu kesana.



Tanpa keempat transformasi tersebut secara menyeluruh, maka kita hanya akan menunggu waktu. Dalam dua atau tiga dekade mendatang, bangsa kita hanya akan menjadi penonton dan menjadi korban situasi yang semakin tak berdaya. Salah siapa? (MARGIMAN)



*Penulis adalah Executive Director Ciputra Entrepreneurship



Sumber : http://amblogfree.blogspot.co

Wednesday, August 3, 2011

Cara Mudah Menjadi Entrepreneur

Tak ada profesi yang sedemokratis profesi entrepreneur (wirausaha/pengusaha). Siapa pun Anda, asalkan hari ini punya keberanian, hari ini juga Anda bisa langsung menjadi pengusaha � bahkan ketika tak serupiah pun duit di kantong Anda. Bandingkan, misalnya, untuk menjadi dokter, Anda mesti kuliah dulu bertahun-tahun di fakultas kedokteran. Demikian pula profesi lain seperti pengacara, arsitek, apoteker, psikolog, atau ahli konstruksi. Menjadi entrepreneur merupakan profesi yang memiliki penghasilan yang tidak terbatas, dan inilah kunci kemakmuran bagi setiap orang atau bangsa.

Memang, umumnya orang berpandangan, untuk menjadi wirausaha kita harus menyiapkan uang tunai lebih dulu sebagai modal usaha. Itu sebabnya banyak orang sibuk berburu uang untuk menghimpun modal, biasanya dengan menjadi karyawan di perusahaan orang. Setelah dirasa cukup, barulah memutuskan membuka usaha sendiri. Namun ceritanya akan lain jika � dan ini yang sering terjadi � uang yang didapat ternyata dirasa hanya pas untuk hidup sehari-hari. Alhasil, cita-cita membuka usaha sendiri tinggallah cita-cita, karena usia keburu habis tersita untuk memikirkan kebutuhan rumah tangga sehari-hari.

Pandangan bahwa untuk memulai usaha harus tersedia uang tunai, tak sepenuhnya benar. Bisnis tanpa modal uang tunaipun bisa dilakukan. Dan itu telah dibuktikan oleh para pengusaha sukses. Sebagian besar dari mereka mengawali usaha justru ketika mereka tidak punya apa-apa, terdesak, putus sekolah/kuliah lantaran tak ada biaya, atau bahkan karena merasa terhina. Dalam kondisi nothing to loose ini, keberanian dan kenekatan mereka muncul. Dalam kondisi bukan siapa-siapa, mereka dipaksa untuk membangun �mimpi�? masa depan, tertantang untuk meraihnya, dan berusaha keras menyusun strategi untuk mencapainya.

Keberanian dan motivasi yang menyala-nyala itu sekaligus menyingkirkan segala hal yang sebelumnya dianggap memalukan. Misalnya, karena tak punya uang serupiah pun di kantong, mereka tak segan-segan mengawali usaha sebagai makelar rumah, mobil, barang elektronik, aneka bahan bangunan, bahan kebutuhan pokok, atau barang-barang lainnya. Dengan modal dengkul ini, mereka langsung memetik keuntungan dari komisi atau berdasarkan kesepakatan lain yang ditentukan bersama pemilik barang.

Cara lain, misalnya, menjual jasa dengan lebih dulu meminta uang muka. Ini bisa dilakukan di industri jasa pendidikan seperti bimbingan belajar, les bahasa Inggris, kursus musik (piano, gitar, biola, dan sebagainya). Atau, bisa juga konsumen memesan barang tertentu kepada kita, tetapi sebelum barang pesanan itu kita kerjakan, kita minta uang muka lebih dulu. Nah, uang muka dari para konsumen itulah yang kita jadikan modal untuk menggelindingkan bisnis.

Gampang kan? Masih ada lagi. Kalau Anda kebetulan punya keahlian khusus, memasak misalnya, Anda bisa mencari pemodal untuk membuka restoran dengan sistem bagi hasil. Jurus-jurus seperti itulah yang tak bosannya diserukan Purdi E. Chandra, pendiri sekaligus �guru besar�? Entrepreneur University, di depan para muridnya. Purdi sendiri drop out dari kuliahnya di tahun kedua gara-gara kesulitan uang kuliah dan biaya hidup. �Terus terang, dorongan terkuat dari dalam diri saya waktu memutuskan terjun ke dunia bisnis karena saya minder pada teman-teman kuliah yang hidupnya serba kepenak dan kelihatannya kaya-kaya,�? ungkap pendiri dan pemilik Primagama Group, yang mengelola jaringan bimbingan belajar terbesar di Tanah Air. Kini, walaupun tidak menyelesaikan kuliahnya, Purdilah yang paling bos dan terkaya di antara anak-anak Angkatan 1979 Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada yang sekarang bekerja di berbagai tempat.

Yang menggembirakan, belakangan semakin marak tren untuk sejak awal memutuskan menjadi wirausaha sebagai pilihan hidup. Banyak lulusan segar perguruan tinggi, baik dari dalam maupun luar negeri, tanpa ragu bertekad membangun bisnis sendiri. Demikian juga, tak sedikit profesional di perusahaan mapan tiba-tiba ganti haluan menjadi pengusaha. Seperti akan Anda baca pada tulisan Sajuta berikutnya, dengan bekal pendidikan yang lebih bagus, luasnya jejaring serta pengalaman yang matang, kelompok ini memang relatif lebih jeli memilih bidang bisnis yang belum digeluti orang, sehingga banyak dari mereka cepat meraih sukses. Namun, yang paling disaluti dari mereka adalah keberaniannya memutuskan terjun di dunia bisnis, membangun visi, dan eksekusinya yang gigih.

Sungguh banyak jalan untuk menjadi wirausaha. Profesi seperti dokter, arsitek, desiner interior, pengacara, atau bahkan artis, sebetulnya tinggal selangkah lagi bisa menjadi pengusaha jika mereka mau. Dokter bisa bikin klinik atau bahkan rumah sakit sendiri. Pengacara dapat mendirikan kantor konsultan hukum. Desainer interior bisa bikin kantor konsultan desain dan interior. Artis, dengan pergaulannya yang luas, bisa segera mendirikan rumah produksi sendiri.

Kalau punya uang dan tak ingin terlalu repot, Anda bisa langsung menjadi pengusaha dengan membeli waralaba (franchise) produk/jasa terkenal yang sudah terbukti sukses. Dengan semakin derasnya arus barang (baik lokal maupun dari mancanegara), bisnis keagenan dan distribusi pun sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja.

Dalam perjalanannya, seperti halnya dalam kehidupan yang lain, para wirausaha pun dihadapkan pada banyak jebakan dan godaan. Salah satu sindrom yang sering muncul adalah euforia sukses. Karena telah membuktikan diri sukses, dorongan untuk mengejar sukses-sukses yang lain pun sering sedemikian menggebu sehingga mengabaikan kemampuan riilnya. Banyak contoh pengusaha yang awalnya maju pesat berkat bisnisnya yang berkembang sangat bagus, tiba-tiba limbung lalu terjungkal gara-gara terlalu ekspansif ke bidang-bidang baru yang belum begitu dikuasainya. Jadi, hati-hatilah. Laju boleh cepat tapi ritme hendaknya tetap terjaga.

Yang jelas, gairah menuju entrepreneurial society ini perlu disambut hangat. Sebab, sumbangan pengusaha kecil dan menengah terhadap perekonomian nasional � seperti sudah sangat kerap didengung-dengungkan � tak perlu disangsikan lagi. Terutama, dalam hal penyediaan lapangan kerja dan andilnya dalam membangun struktur perekonomian nasional yang sehat. Karena itu, sudah saatnya pemerintah (khususnya pemda) makin terpacu untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi munculnya para wirausaha baru. Bentuknya bisa macam-macam, antara lain ketersediaan kredit yang memadai bagi small and medium enterprises, penyaluran dana BUMN ke sasaran yang tepat, tidak membebani pajak secara tidak proposional, dan lain sebagainya.(Galeriukm).

Sumber: http://swa.co.id

Monday, June 13, 2011

Inspirasi Strategi Bisnis Dari Enterpreneur Sukses

Salah satu kunci sukses dalam berbisnis adalah tidak henti-hentinya belajar, belajar dari lingkungan, pengalaman, maupun belajar dari pengalaman orang lain. Kesuksesan enterpreneur terdahulu merupakan inspirasi untuk mengembangkan bisnis yang kita jalankan saat ini. Setiap orang memiliki jalan sukses yang berbeda-beda, yang kita lakukan adalah mendapatkan inspirasi dari kesuksesan orang lain bukan menjiplak apa yang dilakukan orang lain. Setiap situasi bisnis dan lingkungan akan berbeda-beda dan sangat unik. Akan tetapi ada semangat dan nilai yang terkandung di dalamnya yang perlu kita tangkap. Bagaimana seorang enterpreneur memanage dan mengendalikan bisnis merupakan nilai yang perlu dipelajari dan diambil pelajaran. Bagaimanapun juga seorang pemimpin dalam bisnis harus mampu memegang kendali bisnis dan membarikan motivasi kepada bawahannya.

Siapa tidak mengenal Ciputra, tokoh enterpreneur yang cukup tersohor di negeri ini. Banyak orang terinspirasi oleh kesuksesan yang ia capai. Kesuksesannya tidak lepas bagaimana sikap dan kebiasaan hidupnya dalam mengelola bisnis. Sikap dan perilaku hidup inilah yang banyak dijadikan inspirasi banyak orang. Suatu ketika Pak Ciputra tiba-tiba meminta sang sopir untuk menghentikan mobilnya ketika memasuki kawasan wisata Taman Impian Jaya Ancol. Ciputra langsung turun dan memungut beberapa sampah yang terserak di jalan, lalu memasukkannya ke tong sampah yang tersedia di pinggir jalan. Setelah itu, seolah tak terjadi apa-apa, ia naik lagi ke mobil, disaksikan para karyawan di lingkungan Taman Impian Jaya Ancol yang hanya bisa tertegun dan tertunduk malu. Kawasan wisata pantai di Jakarta Utara ini, seperti kita tahu, adalah salah satu proyek prestisius karya sang raja properti Indonesia itu.

Cerita yang sempat populer sekitar 25 tahun yang lalu itu tetap relevan hingga sekarang: upaya seorang pemimpin bisnis menanamkan nilai-nilai utama dalam suatu bisnis. Dalam bisnis wisata, kebersihan memang segala-galanya. Dan Ciputra melakukannya dengan sederhana tetapi elegan. Tak perlu pidato berapi-api atau mengutip teori orang-orang hebat. Cukup lewat keteladanan dan contoh nyata.

Bukan cuma di lingkungan kerja. Di lingkungan keluarga � istri, anak-anak, dan para menantunya � Ciputra pun berusaha menanamkan nilai-nilai bisnis dan kehidupan dengan cara yang sama. Meskipun ia tergolong orang hebat di bisnis properti, nilai-nilai hidup yang ditularkannya simpel saja: kerja keras, jujur, menjadi warga negara yang baik, melayani seluruh stakeholder sebaik-baiknya. Itu sebabnya, meskipun sempat berantakan ketika dihajar krisis kawasan 1998, bisnis properti keluarga Ciputra cepat bangkit dan tumbuh lebih besar lagi, bahkan kini mampu berekspansi ke Australia dan Vietnam. Ini semua karena fondasi nilai-nilai pendirinya yang bersifat universal dan terbukti tak lekang oleh waktu dan deraan cuaca bisnis yang seburuk apa pun.

Kalau Ciputra tak canggung menjadi �tukang pungut sampah�, Inspirasi kesuksesan bisnis selanjutnya bisa kita petik lewat Peter F. Gontha yang tak segan menjadi bukan siapa-siapa ketika merintis karier barunya sebagai penyelenggara hajatan musik jaz. Peter tak malu mengakui betapa dirinya sangat kecil dibanding tokoh-tokoh jaz dunia yang dia berusaha mendatangkannya ke Indonesia. Bagai pasien dokter laris, Peter rela antre berjam-jam agar bisa bertemu dengan Bob James. Setelah berhasil ketemu dan mengenalkan diri, dengan kegigihan luar biasa Peter merayu agar musisi jaz ternama asal Amerika Serikat itu mau datang ke Indonesia yang kala itu sedang dilanda banyak kerusuhan. Begitu pula sederet musisi jaz kondang lainnya, dia datangi dan rayu satu per satu. Padahal, di negeri ini, siapa sih yang tak kenal pengusaha sekaliber Peter Gontha!

Berkat kegigihannya, belum lama ini, International Java Jazz Festival besutan Peter Gontha itu dinobatkan sebagai ajang festival jaz terakbar dan tersukses di dunia, mengalahkan North Sea Jazz Festival di Amsterdam dan penyelenggaraan festival jaz kelas dunia lainnya. Kegigihan Peter kini mulai menular kepada putrinya, Dewi Gontha, yang kebetulan punya passion yang sama di bidang musik jaz. Like father like daughter. Begitulah, dengan gairah dan kegigihan seperti ayahnya, Dewi pun mulai berani �mengemudikan� event musik jaz kelas dunia itu.

Ciputra dan Peter Gontha sekadar contoh bagaimana seorang ayah yang sekaligus entrepreneur berusaha menularkan dan mewariskan nilai-nilai bisnis dan kehidupan kepada anak-anak mereka. Memang, sungguh beragam cara atau strategi yang mereka terapkan. Namun, kalau diamati, intinya sebetulnya hampir sama. Mereka tampaknya lebih menekankan keteladanan ketimbang petuah secara lisan, apalagi mengajarkan teori-teori bisnis dan manajemen. Maklumlah, umumnya, sejak dini anak-anak mereka telah disekolahkan di lembaga pendidikan formal yang bagus, bahkan sampai ke mancanegara.

Wisdom dan strategi bisnis pada setiap pengusaha pastilah berbeda dan khas. Dan cara mewariskannya pun tak kalah spesifik. Sebab, untuk menyatukan chemistry antara generasi orang tua dan anak pasti butuh energi dan upaya khusus. Zaman terus berubah, pendidikan dan ilmu berbeda, demikian pula cara pandang dan paham hidup mereka pasti juga tak sama, bahkan tak jarang saling bergesekan.

Karena itu, sungguh menarik menelisik kepiawaian para pengusaha kawakan mereaktualisasi nilai-nilai hidup yang mereka anut ke era anaknya yang sekarang. Bagaimanapun, kendati zaman terus berubah, nilai-nilai tersebut terbukti bersifat langgeng dan tak lekang oleh gilasan waktu. Cerita-cerita perjalanan tokok bisnis sukses tentu memberikan pencerahan dan inspirasi bagi bisnis dan hidup kita.(Galeriukm).

Sumber: http://swa.co.id

Thursday, April 28, 2011

Entrepreneurship Menghasilkan Kemandirian

Entrepreneurship menjadi kunci keberhasilan sebuah bangsa, meski demikian kondisi bangsa Indonesia belum cukup memiliki entrepreneur yang memadai. Sekolah atau pendidikan formal seputar entrepreneurhip juga masih minim. Padahal dengan membangun jiwa kewirausahaan sejak dini, masyarakat bisa memberdayakan dirinya dan orang lain. Potensi kewirausahaan ini juga dimiliki para perempuan Indonesia untuk mengembangkan dirinya.

Berdasarkan perspektif inilah, pendiri PT Mustika Ratu, Mooryati Soedibyo, mengajak pemerintah, pihak swasta, maupun organisasi sosial untuk mengembangkan entrepreneurship di Indonesia.

�Entreprenuer adalah manusia yang mau mengembangkan kemampuan diri, potensi diri, mau mandiri tidak ada ketergantungan pada orang lain, memiliki harga diri, dan mampu membantu orang lain. Jiwa wirausaha seperti ini, kegigihan, dan kerja keras bisa dimiliki siapa saja. Siapa saja bisa mengembangkan entrepreneurship. Jadi semangatnya bukan jadilah pengusaha, tetapi jadilah sesuatu yang berguna dan mandiri,� papar Mooryati kepada Kompas Female di Jakarta, sekaligus menyampaikan pesannya sepulang menghadiri pertemuan tahunan World Entrepreneurship Forum di EMLYON Business School, kota Lyon, Perancis beberapa waktu lalu.

Menurut Mooryati, wirausaha bisa memberdayakan perempuan, terutama ibu rumah tangga. Karena prinsipnya, wirausaha bukan sekadar mencetak pengusaha, tetapi membangun watak dan perilaku yang gigih dan mandiri.

�Ibu rumah tangga, guru, menteri, pengusaha bisa menjadi entrepreneur. Ibu rumah tangga bisa membangun kemandirian dengan kekuatan yang ada. Menjalankan bisnis online dari rumah dengan memanfaatkan teknologi. Guru juga bisa menjadi entrepreneur dengan memanfaatkan fasilitas yang ada untuk mendukung pendidikan dan berguna bagi negara. Para profesor, doktor juga harus memiliki jiwa entrepreneurship karena jika tidak, mereka tak bisa mengajarkan kemandirian,� papar Mooryati.

Masalahnya, semangat dan jiwa entrepreneurship ini belum mewabah di berbagai kalangan. Dikatakan oleh Mooryati, setiap orang membutuhkan dukungan untuk membangun dirinya. Termasuk dalam menumbuhkan kewirausahaan dalam setiap profesi yang dijalaninya.

�Apapun bisa dilakukan untuk memberdayakan diri karena kuncinya ada pada diri sendiri, pada sumber daya manusianya,� lanjutnya. Untuk mewujudkan pembangunan jiwa kewirausahaan ini, Mooryati bersama organisasi sosial yang digelutinya, Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS), berencana mengadakan pelatihan entrepreneurship ke berbagai kalangan.

�Metode Training of Trainers (ToT) bisa menjadi cara untuk menyebarkan isu pemberdayaan dan pembangunan entrepreneurship ini. Dua hari mengadakan workshop atau ToT menjadi bentuk kegiatannya,� jelas Mooryati yang menjabat sebagai Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan DNIKS.

Melalu skema inilah, Mooryati yakin pendidikan kewirausahaan bisa dikembangkan di berbagai kalangan dan profesi.(Galeriukm).

Sunday, February 6, 2011

Tips Meningkatkan Kualitas Diri

Apapun profesi dan pekerjaan kita kualitas diri menjadi tolok ukur dan kunci keberhasilan dalam karier. Menjadi enterpreneur atau bekerja pada perusahaan/orang lain tidak lepas dari hal yang satu ini. Jika kualitas diri tidak baik maka akan sulit bagi kita untuk mencapai kesuksesan. Maka tidak ada jalan lain kecuali untuk terus menerus meningkatkan dan mengupgrade kualitas diri. Setiap zaman dan waktu memerlukan kecakapan dan kualitas diri yang selalu meningkat. Jika kita stagnan dalam kualitas diri maka karier dan usaha kita juga akan mengalami stagnasi juga.

Perasaan cepat puas dengan apa yang telah dicapai biasanya akan menimbulkan stagnasi dalam karier dan ini harus dihilangkan. Berikut ini ada beberapa tips untuk meningkatkan kualitas diri yang patut untuk dicoba:

1. Nilailah diri sendiri

Sebelum melangkah lebih jauh, ada baiknya Anda mengawalinya dengan menilai kinerja diri. Penilaian harus obyektif dan realistis. Jika Anda merasa kinerja Anda belum maksimal, nilailah seperti itu. Ambilah kertas, kemudian tuliskan poin-poin tugas apa saja yang Anda hadapi di kantor. Lalu, tanyakan pada diri Anda, seberapa jauh mampu menangani poin-poin tersebut.

Misalnya, jika Anda seorang supervisor TI, tanyakan seberapa cepat Anda mampu mengikuti perkembangan teknologi yang ada saat ini? Tanyakan juga apakah Anda menikmati tugas-tugas tersebut. Daftar singkat ini akan membantu Anda memperoleh gambaran utuh mengenai kinerja Anda sendiri. Setelah diperoleh gambaran utuh, Anda bisa memutuskan, aspek mana yang sudah Anda kuasai, dan aspek mana mana yang perlu ditingkatkan.

2. Terus belajar

Pahamilah bahwa karier profesional merupakan sebuah proses di mana Anda memiliki kesempatan untuk mengikutinya terus menerus.

Jadi, gunakan kesempatan ini untuk menguasai kemampuan prosefesional. Kerjakan semua tugas dengan sebaik-baiknya, ikuti aturannya, cari tahu kelebihan dan kelemahan proses yang Anda ikuti, dan seterusnya. Dengan demikian, Anda akan mampu menjalankan semua tugas Anda dengan baik, saat ini dan di masa datang.

3. Be Responsible

Meskipun berada dalam naungan sebuah perusahaan, Anda yang akan menentukan karier. Jadi, bertanggungjawablah dan pastikan bahwa Anda mengambil semua peluang untuk meningkatkan skill profesional Anda. Memperoleh tawaran untuk mengikuti training , seminar, atau keanggotaan sebuah asosiasi profesional? Tak perlu ragu untuk ikut dan bergabung karena skill pun akan semakin kaya.

4. Jaga kinerja

Selain bertanggungjawab, Anda juga harus menerapkan standar pribadi di dalam mengerjakan tugas profesional Anda. Standar inilah yang akan menentukan kualitas kinerja. Di sisi lain, kinerja inilah yang akan menjadi dasar kenaikan jabatan atau promosi. Jadi, jangan segan bertanya kepada atasan. Jika memang merasa perlu, mintalah job atau tugas baru yang menurut Anda menantang. Namun, jangan asal meminta penugasan. Ukur kemampuan dan yakin bahwa Anda memang mampu menerima tugas.(Galeriukm).
Sumber: http://www.tabloidnova.com/Nova/Karier/Pengembangan-Diri/10-Cara-Upgrade-Kualitas

Tuesday, September 14, 2010

Richard Branson: Five Secrets to Business Success

I am often asked if I have found a secret � or at least a consistent answer � to successfully building businesses over my career.

So I�ve spent some time thinking about what characterizes so many of Virgin�s successful ventures and, importantly, what went wrong when we did not get it right. Reflecting across 40 years I have come up with five �secrets.�

No. 1: Enjoy What You Are Doing.
Because starting a business is a huge amount of hard work, requiring a great deal of time, you had better enjoy it. When I started Virgin from a basement flat in West London, I did not set out to build a business empire. I set out to create something I enjoyed that would pay the bills.

There was no great plan or strategy. The name itself was thought up on the hoof. One night some friends and I were chatting over a few drinks and decided to call our group Virgin, as we were all new to business. The name stuck and had a certain ring to it.

For me, building a business is all about doing something to be proud of, bringing talented people together and creating something that�s going to make a real difference to other people�s lives.

A businesswoman or a businessman is not unlike an artist. What you have when you start a company is a blank canvas; you have to fill it. Just as a good artist has to get every single detail right on that canvas, a businessman or businesswoman has to get every single little thing right when first setting up in business in order to succeed. However, unlike a work of art
, the business is never finished. It constantly evolves.

If a businessperson sets out to make a real difference to other people�s lives, and achieves that, he or she will be able to pay the bills and have a successful business to boot.

No. 2: Create Something That Stands Out.
Whether you have a product, a service or a brand, it is not easy to start a company and to survive and thrive in the modern world. In fact, you�ve got to do something radically different to make a mark today.

Look at the most successful businesses of the past 20 years. Microsoft, Google or Apple, for example, shook up a sector by doing something that hadn�t ever been done and by continually innovating. They are now among the dominant forces.

No. 3: Create Something That Everybody Who Works for You is Really Proud of.
Businesses generally consist of a group of people, and they are your biggest assets.

No. 4: Be a Good Leader.
As a leader you have to be a really good listener. You need to know your own mind but there is no point in imposing your views on others without some debate. No one has a monopoly on good ideas or good advice.

Get out there, listen to people, draw people out and learn from them. As a leader you�ve also got to be extremely good at praising people. Never openly criticize people; never lose your temper, and always lavish praise on your colleagues for a job well done.

People flourish if they�re praised. Usually they don�t need to be told when they�ve done wrong because most of the time they know it. If somebody is not working out, don�t automatically throw him or her out of the company. A company should genuinely be a family. So see if there�s another job within the company that suits them better. On most occasions you�ll find something for every single kind of personality.

No. 5: Be Visible.
A good leader does not get stuck behind a desk. I�ve never worked in an office � I�ve always worked from home � but I get out and about, meeting people. It seems I am traveling all the time but I always have a notebook in my back pocket to jot down questions, concerns or good ideas.

If I�m on a Virgin Atlantic plane, I make certain to get out and meet all the staff and many of the passengers. If you meet a group of Virgin Atlantic crew members, you are going to have at least 10 suggestions or ideas. If I don�t write them down, I may remember only one the next day. By writing
them down, I remember all 10. Get out and shake hands with all the passengers on the plane, and again, there are going to be people who had a problem or have a suggestion. Write it down, make sure that you get their names, get their e-mail addresses, and make sure the next day that you respond to them.

Of course, I try to make sure that we appoint managing directors who have the same philosophy. That way we can run a large group of companies in the same way a small business owner runs a family business � keeping it responsive and friendly.

When you�re building a business from scratch, the key word for many years is �survival.� It�s tough to survive. In the beginning you haven�t got the time or energy to worry about saving the world. You�ve just got to fight to make sure you can look after your bank manager and be able to pay the bills. Literally, your full concentration has to be on surviving.

Obviously, if you don�t survive, just remember that most businesses fail and the best lessons are usually learned from failure. You must not get too dispirited. Just get back up and try again.

� 2010 Richard Branson
Reference: http://www.entrepreneur.com

Sunday, August 22, 2010

Ayo Jadi Entrepeneur!

UNTUK menjadi seorang entrepreneur yang andal, sungguh tidaklah mudah. Hanya orang yang mampu mengubah dirinya untuk berpikir kreatif, kritis dan inovatif yang akan berhasil dan dapat meraih sukses.

Beberapa tahun terakhir ini banyak bermunculan usahawan-usahawan baru yang dibangun oleh para pemula yang usianya masih terbilang muda. Kondisi ini merupakan satu fenomena yang menggembirakan buat pertumbuhan ekonomi bangsa kita. Di tengah keterbatasan lapangan pekerjaan saat ini, justru telah membangkitkan semangat kaum muda untuk menjadi seorang entrepreneur atau wirausahawan.

Sayangnya, para entrepreneur muda tersebut dalam memulai usahanya hanya dilandasi oleh kemampuan modal dan hardskill tanpa adanya perubahan pola pikir. Sehingga sebagian besar para entrepreneur muda tersebut sering menemui kegagalan yang mengakibatkan usahanya menjadi bangkrut.

Oleh karena itu, sebelum melakukan usaha seorang entrepreneur sebaiknya telah melakukan transformasi diri untuk berpikir kreatif dan jeli melihat peluang usaha. Taufik Bahaudin, staf pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) mengakui, fenomena bangkitnya semangat kewirausahawan atau entrepreneurship di kalangan generasi muda Indonesia saat ini sangat membanggakan.

Namun banyak entrepreneur muda yang gagal dalam berusaha bukan karena tidak menguasai produk atau jasa yang dihasilkannya. Kegagalan itu terjadi karena para usahawan muda tersebut belum mengubah mindset-nya.

�Kegagalan itu terjadi karena para entrepreneur muda tersebut belum mengubah pola pikirnya (mindset). Jadi untuk menjadi seorang entrepreneur, ia harus mempunyai kekuatan berpikir sebagai entrepreneurship. Orang yang belum mengubah pola pikirnya sebagai entrepreneurship, ia hanya mampu menguasai konsep dan teori saja. Hal itulah yang menyebabkan usahanya gagal,� jelas Taufik Bahaudin.

Mengubah Mindset

Memang untuk menjadi wirausahawan atau entrepreneur, tentunya kita harus punya keberanian. Tak hanya berani bermimpi, tapi juga berani mencoba, berani gagal, dan berani sukses. Hal ini penting dan harus kita miliki. Selain itu, kita juga harus optimis dalam menghadapi masa depan, yakin pada kemampuan, dan juga menghentikan alur pemikiran yang negatif.

Hal yang selalu menjadi pertanyaan adalah bagaimana mengubah pola pikir menjadi seorang entrepreneur? Banyak orang belum menyadari bahwa membangun entrepreneurship itu dibangun dari soft competesis-nya.

�Untuk menjadi entrepreneur, seseorang tak bisa hanya berpijak pada kompetensi hard skill, tapi juga pada kemampuan soft skill dan attitude yang baik. Karena yang membedakan entrepreneur dengan yang bukan entrepreneur adalah prilakunya dalam merespons lingkungan di sekitarnya,� pungkas Taufik. Untuk mengubah pola pikir atau mindset, orang tersebut harus mempunyai keinginan dan kemampuan untuk menjadi seorang entrepreneur sesuai kebutuhannya.

Kebanyakan orang tidak pernah berpikir untuk mandiri, kreatif, kritis dan inovatif. Taufik pun mengungkapkan banyak contoh yang menunjukkan bahwa entrepreneurship berawal dari mindset bukan dari modal yang besar. Masih ingat dengan perjuangan Bob Sadino mendirikan Kemfood dan Kemchick? Atau bagaimana Larry Page dan Sergey Brin mendirikan Google, serta perjuangan Bill Gates mendirikan Microsoft.

Faktor uang bukan yang paling utama, tetapi sikap mental dan berpikir kreatif menjadi sangat penting. ?Oleh sebab itu,konsep entrepreneur jangan semata-mata dihubungkan dengan pedagang. Wirausaha harus diartikan sebagai sikap mental yang mampu membaca peluang dan bisa memanfaatkan peluang itu sehingga bernilai bisnis. Ini juga bisa dibangun dalam sebuah perusahaan,?imbuh Taufik.

Faktor Keturunan dan Lingkungan

Taufik pun menambahkan kalau saat ini masih banyak di antara yang menilai faktor keberhasilan seseorang menjadi entrepreneur karena berasal suku tertentu. Apalagi kita masih sering melihat bahwa kebanyakan orang Padang, Bugis, atau keturunan China itu lebih berhasil di bidang bisnis dibanding lainnya.

Sehingga disimpulkan, bahwa hal itu karena sifat keturunan atau atau bakat. �Pendapat yang menyatakan hanya suku tertentu saja yang mampu menjadi entrepreneur, menurut saya itu salah. Siapa pun dan dari suku apa pun sebenarnya mampu menjadi entrepreneur yang sukses,� kata pria berkacamata ini. Namun Taufik mengakui, kesuksesan seseorang menjadi entrepreneurjuga dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkungan.

Jika seseorang sejak kecilnya berada dalam lingkungan bisnis orang tuanya atau keluarganya secara terus menerus, dia akan merekamnya dalam memori otaknya, yang selanjutnya membentuk pola berpikir dan cara perilaku. Pengetahuan bisnis secara pragmatis melalui proses pengenalan bisnis keluarga secara mendalam dan ditransformasikan ke dalam kerangka berpikirnya.

Dengan pengalaman dan pola pikir yang kuat akan mendorong orang tersebut melakukan pengembangan karakter kewirausahaan, seperti keberanian mengambil risiko, kemampuan menganalisa, komunikasi dan kepemimpinan, serta meningkatkan kesadaran dan kepekaan sosial.

�Untuk memulai sebuah wirausaha, seseorang sebaiknya melakukan tiga langkah awal yakni dengan mendaftar kemampuan atau potensi diri. Selanjutnya, orang tersebut harus mempunyai mimpi yang besar, karena dengan mimpi yang besar ia akan termotivasi untuk meraihnya. Dan yang ketiga mengembangkan potensi diri dengan mentranformasi mind-set atau pola pikir menjadi percaya diri, berorientasi kepada prestasi,berani mengambil risiko,berjiwa independen, kreatif dan inovatif serta ulet dan tekun,� tandas Taufik.

Dengan adanya transformasi karakter tersebut diharapkan dapat seseorang yang memiliki jiwa, karakter dan sikap wirausaha yang cerdas dan tangguh.Sehingga pada akhirnya dapat mewujudkan orang memiliki budaya entrepreneur (culture of entrepreneurship) dan budaya keunggulan (culture ofexcellence) di Indonesia.

Sumber : okezone

Wednesday, September 30, 2009

Recognizing the Soul of "Entrepreneur" Since the early

When we are asked by someone when we were little, "what ideals you?". What is our response? Many of us said, want to become doctors, presidents, engineers, pilots, or any other profession. But is there any of us who replied, "want to be a businessman."? Maybe some of us have the answers like that, but there certainly is not much. Because when we were little, become an entrepreneur is a choice that "abstract" or options that are not clear among the various options other professions, we do not know, or lack of information about what an entrepreneur was.

Actually to be an entrepreneur we have learned from an early age. We remember when our school, we had been taught about the craft. The lesson of these crafts is one way of indirectly, to foster our entrepreneurial spirit. Because, in these lessons we are taught to create something and not infrequently also we are led to show our work to others. Without us realizing it, when we make these things, we think to create something favored by teachers and / or others. At that time the urge arises or the effort to make other people like it or like something that I had made. In addition, when we show our work to others, that's when we learn to introduce our work to others and indirectly we have learned to market what we have made to others.

If the work we do not get good grades or do not get many good comments from people who saw it, other times we'll try to make something that is preferred by teachers and others.

That was several points about entrepreneurship that we have got an early age. At that time, we have learned to understand and study the tastes of others and also we have learned to introduce our work to others. If we think carefully, actually what we have learned, we try and we made at the time, may have been a few times to produce works that can be used as inspiration for a business. By adding or expanding our work into a product that can be liked by others so that they can be marketed.

Actually, the basics of being an entrepreneur have we got an early age through high school. Now live how we implement business in the business world, by becoming an entrepreneur.
Hopefully !

Monday, September 28, 2009

Definition of Entrepreneurship

There are many interpretations and definitions of entrepreneurship.
Entrepreneurship according to Onuoha (2007) is the practice of starting new organizations or revitalizing mature organizations, particularly new businesses generally in response to identified opportunities. According to intellectuals and business experts, the definition of entrepreneurship is simply the combining of ideas, hard work, and adjustment to the changing business market. It also entails meeting market demands, management.

Entrepreneurship is often a difficult undertaking, as a vast majority of new businesses fail. Entrepreneurial activities are substantially different depending on the type of organization that is being started. Entrepreneurship ranges in scale from solo projects (even involving the entrepreneur only part-time) to major undertakings creating many job opportunities. Many "high value" entrepreneurial ventures seek venture capital or angel funding in order to raise capital to build the business. Angel investors generally seek returns of 20-30% and more extensive involvement in the business.

Many kinds of organizations now exist to support would-be entrepreneurs, including specialized government agencies, business incubators, science parks, and some NGOs. Lately more holisitc conceptualizations of entrepreneurship as a specific mindset (see also entrepreneurial mindset) resulting in entrepreneurial initiatives e.g. in the form of social entrepreneurship, political entrepreneurship, or knowledge entrepreneurship emerged.

The concept of entrepreneurship has a wide range of meanings. On the one extreme an entrepreneur is a person of very high aptitude who pioneers change, possessing characteristics found in only a very small fraction of the population. On the other extreme of definitions, anyone who wants to work for himself or herself is considered to be an entrepreneur.

The word entrepreneur originates from the French word, entreprendre, which means "to undertake." In a business context, it means to start a business. The Merriam-Webster Dictionary presents the definition of an entrepreneur as one who organizes, manages, and assumes the risks of a business or enterprise.

Tags

Aksesori Blog (3) Analisa Bisnis (4) Bisnis Hobi (10) Bisnis Jasa (7) Bisnis Kerajinan (12) Bisnis Kosmetik (1) Bisnis Makanan (13) Bisnis Money Game (1) Bisnis online (10) Bisnis Retail (6) Bisnis Rumahan (5) Bisnis Sampingan (7) Bisnis Sektor Agro (6) Bisnis sektor Ternak (1) Bisnis Souvenir (6) Bisnis Waralaba (6) Cara Sukses Bisnis (6) Character building (9) Definisi Pemasaran (3) Domain and Hosting (6) Efektivitas Pemasaran (4) Entrepreneurship (9) Etika Bisnis (6) Etos Kerja (9) Ide Bisnis (4) Inspirasi Bisnis (5) Internet Marketing (8) Jiwa Wirausaha (10) Kebutuhan Manusia (4) Kegagalan Usaha (4) Kepemimpinan (9) Kesalahan Pemasaran (4) Kiat Bisnis (2) Kiat Pemasaran (4) Kiat sukses (8) Kiat sukses Wirausaha (5) Kisah Sukses Wirausaha (8) Komunikasi Pemasaran (5) Konsep Pemasaran (5) Kreativitas Bisnis (4) Kunci Sukses Bisnis (6) Manajemen Bisnis (7) Manajemen Kepemimpinan (1) Manajemen Keuangan (6) Manajemen Konflik (7) Manajemen Mutu (6) Manajemen Mutu DikTi (1) Manajemen Organisasi (6) Manajemen pemasaran (6) Manajemen Pengawasan (7) Manajemen Risiko (6) Manajemen SDM (7) Manajemen Strategi (4) Media Pemasaran (5) Model Bisnis (6) Monetizing Site (8) Motivasi Bisnis (6) Motivasi Diri (1) Panduan blog (6) Panduan Wirausaha (1) Peluang Bisnis (3) Peluang Usaha (7) Peluang Usaha Agro (4) Peluang Usaha Hobi (5) Peluang Usaha Jasa (5) Peluang Usaha Kerajinan (4) Peluang Usaha Kuliner (8) Peluang Usaha Salon (3) Percaya diri (9) Perencanaan Bisnis (9) Perencanaan Pemasaran (8) Perilaku Konsumen (5) Persaingan Bisnis (4) Produktivitas Kerja (5) Rahasia Sukses (4) Ranking Blog (6) Risiko Bisnis (5) Sistem Pemasaran (4) Strategi Bisnis (9) Strategi Pemasaran (12) Studi Kelayakan Bisnis (4) Tingkatkan produktivitas (5) Tips Bisnis (11) Tips Memulai Wirausaha (5) Tips Pemasaran (5)