Latest News

Showing posts with label Manajemen Konflik. Show all posts
Showing posts with label Manajemen Konflik. Show all posts

Tuesday, May 24, 2011

Pahami Manajemen Konflik Agar Nyaman Bekerja

Di manapun Anda bekerja pasti akan selalu dihantui berbagai macam persoalan. Tak mengherankan, jika banyak pekerja kerap melontarkan keluhan.

Masalahnya, keluhan-keluhan ini tidak akan menyelesaikan problem di kantor, malah justru membuat Anda makin tertekan yang bisa menimbulkan stres berat.

Seperti diberitakan dari laman shineyahoo.com, berikut keluhan yang seringkali dilontarkan para pekerja, dan ketahui solusinya:

Gaji
Pada titik tertentu dalam karier, Anda akan merasa tidak puas dengan gaji. Entah itu, karena jumlahnya yang rendah atau merasa tidak mendapatkan kompensasi sesuai.

Tapi, daripada terus mengeluh tanpa tiada hasil, cobalah berusaha bekerja secara konsisten memberikan hasil terbaik untuk perusahaan. Karena idealnya, gaji Anda harus mencerminkan kontribusi Anda pada perusahaan. Jika merasa semua tugas Anda selesai dengan sempurna, Anda bisa menghadap atasan untuk meminta pertimbangan naik gaji.

Tunjangan
Jika perusahaan harus memilih antara merumahkan 10 orang atau memotong tunjangan transporasi, apa pendapat Anda? Tentunya, Anda akan lebih memilih perusahaan tidak melakukan PHK, kan?

Daripada mengeluh tentang nasib buruk ini, lebih baik berpikir positif dan kreatif untuk mencari dana tunjangan pribadi. Daripada mengharapkan tunjangan dari kantor, Anda bisa melakukan bisnis kecil-kecilan sebagai tambahan penghasilan. Misalnya, bisnis makanan ringan. Layak dicoba, kan?

Masalah Pribadi
Apapun masalah pribadi Anda, rasanya tidak tepat untuk dibagikan pada rekan kerja. Alih-alih semua penghuni kantor pun akan tahu masalah pribadi Anda, yang bisa berujung pada gosip kantor.

Tugas Anda sebagai pekerja di kantor sebaiknya dipisahkan dari kehidupan pribadi. Jika tetap ingin curhat masalah Anda, pilih rekan kerja yang bisa dipercaya, agar masalah pribadi tidak menyebar ke mana-mana.

Beban kerja
Mengeluh memiliki terlalu banyak beban kerja, justru bisa menghambat aktivitas kantor. Agar tumpukan pekerjaan tidak membuat Anda stres, buatlah daftar prioritas kerja. Kerjakan satu persatu.

Jadi, daripada menghabiskan waktu untuk mengeluh, lebih baik simpan energi Anda untuk hal-hal lebih penting dan memusatkan perhatian untuk menyelesaikan sesuatu. Dengan begitu Anda akan menjadi tim kerja lebih produktif.

Makanan
Jika sulit mencari makanan di kantor, kenapa harus mengeluh. Cobalah merencanakan membawa makanan dari rumah. Anda akan menghemat banyak uang dan mungkin bisa mendapatkan makanan lebih sehat.

Memiliki rekan kerja atau mitra dengan perilaku menyebalkan pun terkadang sangat tidak menyenangkan. Berkomunikasi atau bekerja sama dengan mitra kerja seperti itu menjadi pilihan terakhir dalam pikiran Anda.

Perkataan yang dilontarkan rekan atau atasan seringkali membuat tersinggung meski Anda telah melakukan tanggung jawab dan kewajiban. Kesalahan kecil saja, membuat atasan langsung menegur Anda. Atau, bisa juga rekan kerja meminta Anda melakukan sesuatu seperti layaknya seorang bos.

Seperti diberitakan oleh the Frisky, pakar kepemimpinan dan psikolog Sylvia LaFair membuka alasan di balik perilaku menjengkelkan rekan kerja. Menurutnya, perilaku menyebalkan di kantor berakar dari pengalaman yang dialami pada masa kanak-kanak.

Sylvia menawarkan teknik baru untuk mengidentifikasi asal-usul perilaku kerja yang buruk dan meredakan kebiasaan berbahaya tersebut. Langkah pertama mengidentifikasi pola kerja yang tak berfungsi di kantor. Setelah itu, lakukan perubahan secara menyeluruh.

Buku karangan Sylvia LaFair, 'Dont Bring It To Work' menjelaskan beberapa jenis disfungsi prilaku dalam kerja serta penyebab luka dari masa kecil mereka.

1. Penganiaya (Persecutor)
Orang jenis ini tak segan mengatur hal-hal kecil dan memperhatikan pelanggaran-pelanggaran orang lain. Beberapa cirinya adalah email pasif-agresif yang cenderung menyalahkan orang lain.

Mengapa terjadi? Orang seperti ini tumbuh dengan pelecehan atau pengabaian dari orang tua.

2. Pura-pura (Denier)
Karyawan tipe ini tidak realistis dan berpura-pura tidak ada masalah dalam pekerjaan atau kondisi kantor. Saat keuangan kantor mengalami kerugian dan krisis berat, pendapat sebagian besar orang adalah "Perusahaan akan bangkrut". Mereka akan keukeuh dengan ucapan, "Akan ada bonus untuk semua orang!"

Kemungkinan terbesar dari tipe orang ini adalah mereka berasal dari keluarga yang takut membicarakan hal-hal tidak menyenangkan.

3. Penghindar (Avoider)
Dia adalah orang pertama yang menghindari atau keluar kantor setiap kali akan berlangsung rapat yang akan menyampaikan 'berita buruk' atau menjelang deadline. Sebabnya, di masa kanak-kanak, orangtua mereka terlalu menghakimi atau tidak memiliki hubungan kuat dengan orang tua.

4. Si Berprestasi (Super Achiever)
Orang seperti ini mendorong diri agar terus unggul dalam segala hal. Mereka memimpikan untuk selalu meraih keuntungan bagi dirinya. Orang seperti ini akan merasa gagal jika ada hal yang menyiratkan bahwa mereka telah melakukan kesalahan. Jadi, sekuat tenaga, tipe seperti ini akan berusaha membuat orang lain terlihat buruk.

Di masa kecil, biasanya orang seperti ini memiliki pengalaman rasa malu atau tragedi dalam keluarga. Maka, mereka berusaha menebusnya dengan segala cara.

5. Martir
Orang ini melakukan pekerjaan semua orang. Mereka datang lebih awal setiap hari dan bekerja lembur setiap malam. Mereka juga bangga dan selalu menceritakannya kepada semua orang.

Alasan utama dari prilaku pekerja jenis ini adalah semasa kecil mereka mencoba untuk menyenangkan orangtua yang tidak menyukai impian mereka.

Apakah salah satu jenis terdengar akrab bagi Anda?

Lalu bagaimana jika kita bosan dengan pekerjaan yang monoton? Jangan biarkan rasa ini berlarut-larut karena hanya akan menciptakan tekanan dan beban yang mengganggu pekerjaan.

Perlu strategi untuk keluar dari masalah itu agar performa kerja tetap bagus. Ada hal-hal kecil yang bisa dilakukan untuk memberi rasa nyaman saat bekerja, seperti berikut:

1. Lampu lava dan tanaman hijau
Bawa kedua jenis benda ini ke kantor sebagai teman bekerja. Keduanya terbukti secara ilmiah mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan di tempat kerja.

Gerakan lampu lava secara visual memberi rasa rileks. Sedangkan tanaman hijau menenangkan dan meningkatkan kepuasan kerja. Penelitian menunjukkan bahwa tanaman hijau memiliki keuntungan lebih besar daripada jendela.

2. Manajemen konflik
Latih diri menghadapi konflik seperti politik kantor, ketegangan mental, dan perlakuan tidak menyenangkan dari atasan atau rekan kerja. Anda akan mampu menenangkan diri dan mengatasinya bila masalah itu terjadi.

Buku-buku dan kursus yang berhubungan dengan komunikasi, hubungan antar rekan kerja dan interaksi karyawan diperlukan untuk menguatkan hubungan profesional lebih baik.

3. Jadwalkan hari 'Sehat Mental'
Jadwalkan satu hari kerja setiap beberapa bulan hanya untuk bersantai dan menghabiskan waktu luang di rumah. Meskipun terkadang sulit memperoleh libur tanpa alasan yang jelas dari perusahaan atau majikan, ada baiknya Anda mencoba.

4. Tangani masalah kesehatan
Jika Anda tak menghiraukan penyakit ringan seperti sakit perut, stres, sakit kepala, atau kelelahan, produktivitas kerja bisa terganggu. Segera konsultasikan ke dokter untuk menanganinya. Ini penting.

Apalagi saat Anda baru saja dipromosikan. Penelitian menunjukkan, saat menduduki jabatan baru, karyawan memiliki kendala menyesuaikan diri dan stres yang lebih tinggi.

5. Mengenali diri sendiri
Hargai diri sendiri dan merasa nyaman dengan kepribadian Anda. Misalnya, orang dengan kepribadian introvert mungkin terlihat aneh atau antisosial. Mereka biasanya tidak menyadari sangat berbeda dari orang ekstrovert yang senang berkumpul.

Semakin mengetahui kepribadian, kekurangan dan kelebihan serta cara mengatasinya, semakin besar kemungkinan Anda dapat menyukai pekerjaan. Jika Anda seorang introvert, cari informasi yang dapat membantu bagi karyawan introvert.

Tuesday, April 26, 2011

Manajemen Konflik : Permasalahan dan Pengelolaan Konflik

Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana didalamnya terjadi interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya konflik. Dalam institusi layanan kesehatan terjadi kelompok interaksi, baik antara kelompok staf dengan staf, staf dengan pasen, staf dengan keluarga dan pengunjung, staf dengan dokter, maupun dengan lainnya yang mana situasi tersebut seringkali dapat memicu terjadinya konflik. Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan beban kerja.

Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja organisasi secara tidak langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Dalam suatu organisasi, kecenderungan terjadinya konflik, dapat disebabkan oleh suatu perubahan secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan teknologi baru, persaingan ketat, perbedaan kebudayaan dan sistem nilai, serta berbagai macam kepribadian individu.

DEFINISI KONFLIK
Situasi yang terjadi ketika ada perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang diantara beberapa orang, kelompok atau organisasi. Sikap saling mempertahankan diri sekurang-kurangnya diantara dua kelompok, yang memiliki tujuan dan pandangan berbeda, dalam upaya mencapai satu tujuan sehingga mereka berada dalam posisi oposisi, bukan kerjasama.

ASPEK POSITIF DALAM KONFLIK
Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan :
* Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka.
* Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
* Menumbuhkan semangat baru pada staf.
* Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
* Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi.

Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam organisasi baik secara perorangan maupun kelompok, berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.

PENYEBAB KONFLIK
* Konflik dapat berkembang karena berbagai sebab sebagai berikut:
* Batasan pekerjaan yang tidak jelas
* Hambatan komunikasi
* Tekanan waktu
* Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal
* Pertikaian antar pribadi
* Perbedaan status
* Harapan yang tidak terwujud

PENGELOLAAN KONFLIK
Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan:
Disiplin: Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.

Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan: Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; Perawat junior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.

Komunikasi: Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.

Mendengarkan secara aktif: Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan para manajer perawat telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali permasalahan para pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan.

TEKNIK ATAU KEAHLIAN UNTUK MENGELOLA KONFLIK
Pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada :
* Konflik itu sendiri
* Karakteristik orang-orang yang terlibat di dalamnya
* Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik
* Pentingnya isu yang menimbulkan konflik
* Ketersediaan waktu dan tenaga

STRATEGI :

* Menghindar
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan �Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi�

* Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.

* Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.

* Kompromi atau Negosiasi
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.

* Memecahkan Masalah atau Kolaborasi
Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama.
Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.

PETUNJUK PENDEKATAN SITUASI KONFLIK :
1. Diawali melalui penilaian diri sendiri
2. Analisa isu-isu seputar konflik
3. Tinjau kembali dan sesuaikan dengan hasil eksplorasi diri sendiri.
4. Atur dan rencanakan pertemuan antara individu-individu yang terlibat konflik
5. Memantau sudut pandang dari semua individu yang terlibat
6. Mengembangkan dan menguraikan solusi
7. Memilih solusi dan melakukan tindakan
8. Merencanakan pelaksanaannya
9. Manajemen Konflik Sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja

Konsep manajemen sumber daya manusia menurut pendekatan strategik mulai menitikberatkan pada kinerja team work dalam jaringan kerja (network) organisasi yang saling bersinergi, sehingga organisasi akan mampu membentuk, mendukung dan mengarahkan aktivitas anggotanya menuju aktivitas yang strategis. Organisasi perlu untuk berkembang dan bertahan hidup dalam abad informasi yang sangat dinamis, dengan berbagai kemungkinan munculnya konflik yang diakibatkan oleh adanya diversity dalam organisasi serta organisasi yang mulai bersifat tanpa batas (boundaryless organization). Diperlukan penanganan atas konflik potensial ataupun konflik terbuka yang ada di antara anggota, sehingga konflik tidak menjadi bersifat disfungsional tetapi justru menguntungkan (sebagai sumber inovasi atau kreativitas) organisasi. Key words: Teamwork, network, diversity, konflik.

Dalam era perekonomian dunia yang kini sudah menjagad, tak pelak lagi menuntut berbagai macam hal yang mampu meningkatkan daya saing organisasi. Tantangan yang muncul karena lingkungan eksternal organisasi yang sangat dinamis dapat bersifat struktural ataupun bersifat non-struktural. Tantangan-tantangan bagi organisasi yang bersifat non struktural misalnya teknologi yang makin canggih, turbulensi politik dan ekonomi, masalah-masalah hak asasi manusia, peluang bisnis global, dan tekonologi informasi dan pengetahuan. Sedangkan tantangan yang bersifat non-struktural meliputi: perlunya keunggulan kompetitif yang terus menerus, organisasi yang apresiatif, networking dalam organisasi, makin pentingnya kualitas, efisiensi dan produktivitas bagi organisasi serta learning organization.

Persaingan yang makin terbuka kini tidak lagi hanya didasarkan pada tuntutan kualitas (quality-based competition) saja namun kemudian lebih pada kecepatan (speed) organisasi dalam merespon perubahan (time-based competition) yang makin cepat dari lingkungan eksternalnya. Lingkungan internal juga mengalami perubahan budaya dan iklim, karena terdapatnya kemungkinan dan kesempatan bagi orang-orang asing untuk masuk dan menjadi angkatan kerja baru di dalam negeri yang membawa akibat pada penuhnya organisasi dengan keberagaman (diversity).

Pemimpin organisasi harus menyadari bahwa dengan terdapatnya diversitas yang besar didalam organisasi, secara otomatis juga menciptakan timbulnya berbagai macam motivasi (intrinsic interest), persepsi, kebiasaan, pendapat serta pengalaman yang berbeda dari setiap anggotanya dalam memandang pekerjaan mereka didalam organisasi. Berbagai perbedaan tersebut dapat menimbulkan silang pendapat, pertengkaran atau bahkan konflik didalam tubuh organisasi. Adanya job design dan job description secara otomatis telah memposisikan seseorang sebagai kompetitor bagi sesamanya, sehingga menimbulkan persaingan yang seringkali berakibat buruk bagi kinerja organisasi secara keseluruhan. Saat ini deskripsi jabatan mulai ditinggalkan dan beralih pada sistem team description.

Apabila timbul persaingan bahkan permusuhan yang seharusnya tidak perlu terjadi, manajer harus dapat memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh anggota organisasinya tersebut serta bagaimana cara mengatasi konflik yang muncul tanpa merugikan organisasi itu sendiri. Namun ini bukan berarti bahwa seluruh pendapat dan tuntutan mereka harus selalu dipenuhi oleh manajemen. Artinya, pihak manajemen harus dapat memilih gaya yang sesuai dalam menangani konflik yang muncul. Lebih jauh lagi, manajemen harus mampu memfasilitasi berbagai kegiatan di dalam organisasi agar menghasilkan kinerja yang baik dengan tingkat konflik intern minimal.

I. Teamwork
Team dapat diartikan sebagai together everyone achieve more. Artinya, bersama-sama dalam melaksanakan tugas/pekerjaan yang hasilnya menentukan kinerja organisasi memungkinkan setiap individu anggota memberikan kontribusi yang lebih besar. Hal tersebut terjadi karena di dalam sebuah tim terdiri dari banyak orang dengan beragam keahlian/kemampuan & keterampilan kerja, di mana anggota dengan kemampuan & keterampilan tinggi akan mendorong kinerja anggota yang memiliki kemampuan & keterampilan lebih rendah sehingga tujuan bersama lebih cepat tercapai. Di sisi lain, keragaman menjadi peluang munculnya konflik antar anggota.

II. Mitos Seputar Teamwork
Meskipun teamwork pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja organisasi secara umum, dalam kenyataannya sering terjadi kegagalan kerja sama di dalam teamwork. Banyak hal yang menyebabkan gagalnya teamwork salah satunya karena anggota organisasi masih mempercayai mitos-mitos seputar teamwork yang menajadi bayangan menakutkan. Mitos-mitos seputar team work, yang menjadikan buruknya kinerja tim antara lain :
1. Mitos bahwa tim dengan kinerja tinggi menuntut adanya perubahan budaya organisasi.
2. Mitos bahwa tim memerlukan target dan standar tertentu (padahal target biasanya akan menyebabkan timbulnya frustrasi pada anggota).

Sangat dipahami bahwa perubahan budaya selalu menjadi hal yang menakutkan bagi hampir setiap organisasi. Kebanyakan mereka enggan untuk berubah (resistance to change) yang pada dasarnya merupakan persoalan budaya, sehingga kadang-kadang diperlukan perubahan yang bersifat revolusioner. Mereka berpikir bahwa dengan berubahnya budaya di dalam organisasi akan membawa akibat yang tidak menguntungkan bagi mereka (utamanya pihak-pihak yang telah menikmati banyak keuntungan dalam organisasi).

Namun perlu diingat bahwa saat ini budaya dapat diciptakan dengan lebih baik dan kondusif bagi perkembangan positif organisasi melalui pemberian training kepada anggota organisasi. Anggota (baru) dibentuk dan disesuaikan dengan iklim budaya yang sebelumnya telah terbentuk sehingga mereka mampu untuk beradaptasi (coping) dengan lingkungannya tanpa mengalami banyak kendala. Persyaratan calon anggota baru organisasi yang didasarkan pada skill, experience, knowledge, dan abilities (SEKA) tidak lagi utama. Kini syarat experience telah mulai digantikan dengan attitude (menjadi SAKA yakni skills, attitude, knowledge, abilities), yang ternyata mempermudah pembentukan iklim organisasi sehingga setiap anggota organisasi mampu memberikan kontribusinya (berupa prestasi kerja) secara maksimal kepada organisasi.
Perlu diperhatikan bahwa kontribusi yang diberikan anggota hendaknya disertai dengan pemberian reward yang sesuai serta menarik bagi anggota dan disertai dengan perbaikan sistem penilaian kinerja (performance appraisal system). Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kinerja seseorang yang excellent merupakan fungsi dari kompetensi individunya yang juga didukung oleh lingkungan yang kondusif dan dukungan rekan sekerja.

Manajer perlu memahami bahwa pengukuran kinerja itu penting, namun tidak dengan target. Dengan tetap berfokus pada kerja, manajer perlu membantu anggotanya mempelajari pengukuran kinerja yang diinginkan dengan tetap dapat berkonsentrasi pada �purpose�. Target nantinya akan menjadi goals atas dasar pengetahuan metode yang baik. Dengan kata lain, staf harus mengetahui apa yang telah mereka kerjakan sehingga menghasilkan kinerja yang lebih baik. Diharapkan, anggota secara alamiah & dengan sendirinya akan mengetahui apa yang mungkin untuk dilakukan apabila terdapat improvement di lingkungan kerjanya. Inilah yang disebut dengan target de facto, di mana anggota organisasi memiliki pengetahuan dan kontrol atas terjadinya improvement itu sendiri.

III. Manajemen Konflik
Konflik yang muncul dalam teamwork yang merupakan akibat adanya perbedaan kepribadian, persepsi, pengalaman, tujuan, motivasi ataupun kepercayaan tiap anggota organisasi yang saling berinteraksi sosial dalam pekerjaan. Tak dapat disangkal lagi apabila hingga kini kita makin akrab dengan konflik. Namun kini kita tak perlu lagi merasa takut dan ngeri mendengarnya. Karena, ternyata konflik yang terjadi tidak selamanya membawa akibat buruk sepanjang dapat dikelola dengan baik. Justru dengan adanya konflik akan memancing daya kreasi dan inovasi anggota organisasi baik secara individu maupun secara kolektif.

Banyak cara atau pun trik yang dapat diterapkan untuk mengatasi dan bahkan mengurangi sensitivitas anggota terhadap pemicu konflik potensial di antara mereka. Berbagai macam training, seperti sensitivity training, diversity training program atau pun cross-cultural training (Noe, Hollenbeck, Gerhart, Wright, 2000:254), dapat dilakukan untuk menjawab masalah konflik sehingga sumber daya manusia dalam organisasi dapat memberikan manfaat yang lebih besar. Di samping itu, organisasi juga perlu melakukan reorientasi fungsi manajemen sumber daya manusianya dalam menghadapi perkembangan dan perubahan yang senantiasa terjadi yaitu dengan cara :
1. Membuat klarifikasi strategi bisnis melalui analisis, evaluasi dan kemungkinan solusi yang diperlukan.
2. Realisasi internal manajemen sumber daya manusia (sebagai penyedia jasa, sebagai struktur fungsional dan sebagai manajemen organisasi).
3. Memiliki kompetensi manusia dan organisasi.

Tiga jenis kompetensi yang mutlak diperlukan oleh organisasi dan sumber daya manusianya tersebut, adalah
1. Organisasi perlu berubah menjadi organisasi yang berdasarkan pada kinerja network.
2. Organisasi memiliki daya kreatif, inovatif dan proaktif terhadap perubahan.
3. Organisasi memiliki entrepeneurial, intrapreneurial and learning spirit yang terbangun dari anggotanya.

Manajemen harus mampu meredam persaingan yang sifatnya berlebihan (yang melahirkan konflik yang bersifat disfungsional) yang justru merusak spirit sinergisme organisasi tanpa melupakan continous re-empowerment. Ada 6 tipe pengelolaan konflik yang dapat dipilih dalam menangani konflik yang muncul (Dawn M. Baskerville, 1993:65) yaitu :
1. Avoiding; gaya seseorang atau organisasi yang cenderung untuk menghindari terjadinya konflik. Hal-hal yang sensitif dan potensial menimbulkan konflik sedapat mungkin dihindari sehingga tidak menimbulkan konflik terbuka.
2. Accomodating; gaya ini mengumpulkan dan mengakomodasikan pendapat-pendapat dan kepentingan pihak-pihak yang terlibat konflik, selanjutnya dicari jalan keluarnya dengan tetap mengutamakan kepentingan pihak lain atas dasar masukan-masukan yang diperoleh.
3. Compromising; merupakan gaya menyelesaikan konflik dengan cara melakukan negosiasi terhadap pihak-pihak yang berkonflik, sehingga kemudian menghasilkan solusi (jalan tengah) atas konflik yang sama-sama memuaskan (lose-lose solution).
4. Competing; artinya pihak-pihak yang berkonflik saling bersaing untuk memenangkan konflik, dan pada akhirnya harus ada pihak yang dikorbankan (dikalahkan) kepentingannya demi tercapainya kepentingan pihak lain yang lebih kuat atau yang lebih berkuasa (win-lose solution).
5. Collaborating; dengan cara ini pihak-pihak yang saling bertentangan akan sama-sama memperoleh hasil yang memuaskan, karena mereka justru bekerja sama secara sinergis dalam menyelesaikan persoalan, dengan tetap menghargai kepentingan pihak lain. Singkatnya, kepentingan kedua pihak tercapai (menghasilkan win-win solution).
6. Conglomeration (mixtured type); cara ini menggunakan kelima style bersama-sama dalam penyelesaian konflik.

Perlu kita ingat bahwa dalam memilih style yang akan dipakai oleh seseorang atau organisasi di dalam pengelolaan konflik akan sangat bergantung dan dipengaruhi oleh persepsi, kepribadian/karakter (personality), motivasi, kemampuan (abilities) atau pun kelompok acuan yang dianut oleh seseorang atau organisasi.

Dapat dikatakan bahwa pilihan seseorang atas gaya mengelola konflik merupakan fungsi dari kondisi khusus tertentu dan orientasi dasar seseorang atau perilakunya dalam menghadapai konflik tersebut yang juga berkaitan dengan nilai (value) seseorang tersebut. Pada level subkultur (subculture), shared values dapat dipergunakan untuk memprediksi pilihan seseorang pada gaya dalam menyelesaikan konflik yang dihadapinya. Subkultur seseorang diharapkan dapat mempengaruhi perilakunya sehingga akan terbentuk perilaku yang sama dengan budayanya (M. Kamil Kozan, 2002:93-96).
Dalam masyarakat tradisional yang masih dipenuhi dengan nilai-nilai kesopanan, budaya saling membantu yang masih sangat kental, sangat ramah tamah, dan sebagainya akan cenderung untuk menghindari konflik. Berbeda dengan masyarakat yang bersifat power seekers, mereka cenderung untuk saling bersaing dalam menghadapi konflik yang muncul dengan berorientasi pada kekuasaan (power), wewenang (authority) dan kemakmuran secara ekonomis. Sedangkan organisasi atau seseorang yang berada dalam masyarakat yang bersifat egalitarians lebih menyukai gaya akomodasi dalam menyelesaikan konfliknya dengan menghargai pada keadilan (justice), kesederajatan (equality), dan saling memaafkan (forgiveness). Gaya akomodasi ini lebih mendahulukan kepentingan pihak lain daripada kepentingan diri sendiri atau kepentingan golongannya sendiri. Gaya menyelasaikan konflik dengan kolaborasi terdapat pada masyarakat yang bertipe stimulation seekers, dimana pihak-pihak yang terlibat konflik saling terbuka dan berbagi pengalaman masing-masing yang pada akhirnya menghasilkan jalan keluar yang saling menguntungkan.

IV. Penutup Tantangan bagi organisasi di abad 21 ini adalah organisasi harus mampu untuk:
1. Melakukan perubahan yang terus menerus (sustainable change), di mana setiap orang di dalam organisasi berperan sebagai pelaku strategik perubahan di dalam organisasi.
2. Organisasi harus mampu proaktif terhadap perubahan dan menjadi pelopor perubahan tersebut (proactive and lead to the change), bukan menunggu perubahan (waiting for the change) melalui orang-orang yang ada dalam organisasi bukan melalui teknologi. Disini dapat kita katakan bahwa teknologi memiliki nilai ekonomis yang semakin menurun seiring dengan berjalannya waktu, sedangkan investasi dalam manusia (human investment) akan memberikan nilai (kapitalisasi) yang makin meningkat dari waktu ke waktu.
3. Organisasi harus menekankan pada performance networking, bukan lagi pada individual performance. Manajemen sumber daya manusia harus dioperasikan dengan orientasi penanganan masalah kompetensi organisasi (organizational competency) dan kompetensi anggota organisasi (people competency).

Daya tahan organisasi di era yang sangat dinamis dan penuh dengan persaingan ini terletak pada berbagai fungsi organisasi yang memiliki titik-titik penting untuk tujuan sistem peringatan dini (early warning system) organisasi sehingga menciptakan keunggulan nilai (value advantage) yang mencakup scope, speed (diperlukan untuk antisipasi terhadap lingkungan yang dinamis) dan sinergy yang tinggi.

Potential conflicts yang terdapat di dalam tubuh organisasi bukanlah merupakan suatu hal yang perlu ditakutkan organisasi yang hidup di era perubahan. Penanganan dan pengendalian konflik serta pemahaman atas diversity yang terdapat di dalam organisasi merupakan kunci utama minimnya konflik terbuka antar sesama anggota organisasi, selain termanfaatkannya konflik menjadi sumber ide ataupun inovasi yang diperlukan organisasi.

Pemberian training, khususnya cross-cultural training, ternyata mampu mengurangi sensitivitas anggota terhadap eksisnya diversity yang berpotensi menimbulkan konflik terbuka antar anggota.
Daftar Pustaka

Dawn M. Baskerville. May 1993. How Do You Manage Conflict?. Black Enterprise.Evert Van De Vliert (University of Groningen) and Boris Kabanoff (University of New South Wales). March 1990. Toward Theory-Based Measures Of Conflict Management. Academy of Management Journal. Laurence Prusak, Don Cohen. June 2001. How to Invest in Social Capital.
M. Kamil Kozan. 2002. Subcultures and Conflict Management Style. Management International Review.
Noe, Hollenbeck, Gerhart, Wright. 2000. Human Resource Management:Gaining a Competitive Advantage. International Edition.. Third Edition. McGraw-Hill Companies. Inc.
Rebecca Sisco. February 1993. What To Teach Team Leaders.
Richard Davis. 1998. Exploding the myths of high performance teams. Buckingham. UK: Vanguard Consulting Ltd.

Friday, February 11, 2011

Manajemen Konflik : Cara Mengelola Konflik secara Efektif

Dalam interaksi dan interelasi sosial antar individu atau antar kelompok, konflik sebenarnya merupakan hal alamiah. Dahulu konflik dianggap sebagai gejala atau fenomena yang tidak wajar dan berakibat negatif, tetapi sekarang konflik dianggap sebagai gejala yang wajar yang dapat berakibat negatif maupun positif tergantung bagaimana cara mengelolanya.

Dari pandangan baru dapat kita lihat bahwa pimpinan atau manajer tidak hanya wajib menekan dan memecahkan konflik yang terjadi, tetapi juga wajib untuk mengelola/memanaj konflik sehingga aspek-aspek yang membahayakan dapat dihindari dan ditekan seminimal mungkin, dan aspek-aspek yang menguntungkan dikembangkan semaksimal mungkin.

Penyebab Konflik
Konflik di dalam organisasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:

A. Faktor Manusia
1. Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya.
2. Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.
3. Timbul karena ciri-ciri kepriba-dian individual, antara lain sikap egoistis, temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter.

B. Faktor Organisasi
1. Persaingan dalam menggunakan sumberdaya.
Apabila sumberdaya baik berupa uang, material, atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul persaingan dalam penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar unit/departemen dalam suatu organisasi.

2. Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi.
Tiap-tiap unit dalam organisasi mempunyai spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah pada konflik minat antar unit tersebut. Misalnya, unit penjualan menginginkan harga yang relatif rendah dengan tujuan untuk lebih menarik konsumen, sementara unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan tujuan untuk memajukan perusahaan.

3. Interdependensi tugas.
Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja karena menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya.

4. Perbedaan nilai dan persepsi.
Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang negatif, karena merasa mendapat perlakuan yang tidak �adil�. Para manajer yang relatif muda memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang cukup berat, rutin dan rumit, sedangkan para manajer senior mendapat tugas yang ringan dan sederhana.

5. Kekaburan yurisdiksional.
Konflik terjadi karena batas-batas aturan tidak jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang tindih.

6. Masalah �status�.
Konflik dapat terjadi karena suatu unit/departemen mencoba memperbaiki dan meningkatkan status, sedangkan unit/departemen yang lain menganggap sebagai sesuatu yang mengancam posisinya dalam status hirarki organisasi.

7. Hambatan komunikasi.
Hambatan komunikasi, baik dalam perencanaan, pengawasan, koordinasi bahkan kepemimpinan dapat menimbulkan konflik antar unit/ departemen.

Akibat-akibat Konflik
Konflik dapat berakibat negatif maupun positif tergantung pada cara mengelola konflik tersebut.
Akibat negatif
� Menghambat komunikasi.
� Mengganggu kohesi (keeratan hubungan).
� Mengganggu kerjasama atau �team work�.
� Mengganggu proses produksi, bahkan dapat menurunkan produksi.
� Menumbuhkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
� Individu atau personil menga-lami tekanan (stress), mengganggu konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri, frustrasi, dan apatisme.

Akibat Positif dari konflik:
� Membuat organisasi tetap hidup dan harmonis.
� Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan.
� Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan per-baikan dalam sistem dan prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan organisasi.
� Memunculkan keputusan-keputusan yang bersifat inovatif.
� Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat.

Cara atau Taktik Mengatasi Konflik
Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang sederhana. Cepat-tidaknya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik tersebut serta kemampuan campur tangan (intervensi) pihak ketiga yang turut berusaha mengatasi konflik yang muncul.

Diatasi oleh pihak-pihak yang bersengketa:
Rujuk:
Merupakan suatu usaha pendekatan dan hasrat untuk kerja-sama dan menjalani hubungan yang lebih baik, demi kepentingan bersama.

Persuasi:
Usaha mengubah po-sisi pihak lain, dengan menunjukkan kerugian yang mungkin timbul, dengan bukti faktual serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan norma dan standar keadilan yang berlaku.

Tawar-menawar:
Suatu penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak, dengan saling mempertukarkan konsesi yang dapat diterima. Dalam cara ini dapat digunakan komunikasi tidak langsung, tanpa mengemukakan janji secara eksplisit.

Pemecahan masalah terpadu:
Usaha menyelesaikan masalah dengan memadukan kebutuhan kedua pihak. Proses pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa saling percaya dengan merumuskan alternatif pemecahan secara bersama dengan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.

Penarikan diri:
Suatu penyelesaian masalah, yaitu salah satu atau kedua pihak menarik diri dari hubungan. Cara ini efektif apabila dalam tugas kedua pihak tidak perlu berinteraksi dan tidak efektif apabila tugas saling bergantung satu sama lain.

Pemaksaan dan penekanan:
Cara ini memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah; akan lebih efektif bila salah satu pihak mempunyai wewenang formal atas pihak lain. Apabila tidak terdapat perbedaan wewenang, dapat dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya. Cara ini sering kurang efektif karena salah satu pihak hams mengalah dan menyerah secara terpaksa.

Intervensi (campur tangan) pihak ketiga:
Apabila fihak yang bersengketa tidak bersedia berunding atau usaha kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan dalam penyelesaian konflik.

Arbitrase (arbitration):
Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai �hakim� yang mencari pemecahan mengikat. Cara ini mungkin tidak menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi dianggap lebih baik daripada terjadi muncul perilaku saling agresi atau tindakan destruktif.

Penengahan (mediation):
Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta mela-pangkan jalan untuk pemecahan masalah secara terpadu. Efektivitas penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku mediator.

Konsultasi:
Tujuannya untuk memperbaiki hubungan antar kedua pihak serta mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan konflik. Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan tidak berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik untuk meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian masalah yang menjadi pokok sengketa.

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Mengatasi Konflik:
1. Ciptakan sistem dan pelaksanaan komunikasi yang efektif.
2. Cegahlah konflik yang destruktif sebelum terjadi.
3. Tetapkan peraturan dan prosedur yang baku terutama yang menyangkut hak karyawan.
4. Atasan mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan konflik yang muncul.
5. Ciptakanlah iklim dan suasana kerja yang harmonis.
6. Bentuklah team work dan kerja-sama yang baik antar kelompok/ unit kerja.
7. Semua pihak hendaknya sadar bahwa semua unit/eselon merupakan mata rantai organisasi yang saling mendukung, jangan ada yang merasa paling hebat.
8. Bina dan kembangkan rasa solidaritas, toleransi, dan saling pengertian antar unit/departemen/eselon.

Sumber : http://rajapresentasi.com

Monday, December 20, 2010

Manajemen Konflik : Definisi, Ciri, Sumber, Dampak dan Strategi Mengatasi Konflik

Definisi Konflik :
Menurut Nardjana (1994) Konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.

Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Wijono,1993, p.4)

Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998:580) yang dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) adalah: Conflict is a situation which two or more people disagree over issues of organisational substance and/or experience some emotional antagonism with one another yang kurang lebih memiliki arti bahwa konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.

Menurut Stoner Konflik organisasi adalah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian. (Wahyudi, 2006:17)

Daniel Webster mendefinisikan konflik sebagai:
1. Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain.
2. Keadaan atau perilaku yang bertentangan (Pickering, 2001).

Ciri-Ciri Konflik :

Menurut Wijono( 1993 : 37) Ciri-ciri Konflik adalah :
1. Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang terlibat dalam suatu interaksi yang saling bertentangan.
2. Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan.
3. Munculnya interaksi yang seringkali ditandai oleh gejala-gejala perilaku yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status, jabatan, tanggung jawab, pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik: sandang- pangan, materi dan kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu: mobil, rumah, bonus, atau pemenuhan kebutuhan sosio-psikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih, penghargaan dan aktualisasi diri.
4. Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang berlarut-larut.
5. Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga diri, prestise dan sebagainya.

Tahapan-Tahapan Perkembangan kearah terjadinya Konflik :
1. Konflik masih tersembunyi (laten)
Berbagai macam kondisi emosional yang dirasakan sebagai hal yang biasa dan tidak dipersoalkan sebagai hal yang mengganggu dirinya.
2. Konflik yang mendahului (antecedent condition)
Tahap perubahan dari apa yang dirasakan secara tersembunyi yang belum mengganggu dirinya, kelompok atau organisasi secara keseluruhan, seperti timbulnya tujuan dan nilai yang berbeda, perbedaan peran dan sebagainya.
3. Konflik yang dapat diamati (perceived conflicts) dan konflik yang dapat dirasakan (felt conflict). Muncul sebagai akibat antecedent condition yang tidak terselesaikan.
4. Konflik terlihat secara terwujud dalam perilaku (manifest behavior)
Upaya untuk mengantisipasi timbulnya konflik dan sebab serta akibat yang ditimbulkannya; individu, kelompok atau organisasi cenderung melakukan berbagai mekanisme pertahanan diri melalui perilaku.
5. Penyelesaian atau tekanan konflik
Pada tahap ini, ada dua tindakan yang perlu diambil terhadap suatu konflik, yaitu penyelesaian konflik dengan berbagai strategi atau sebaliknya malah ditekan.
6. Akibat penyelesaian konflik
Jika konflik diselesaikan dengan efektif dengan strategi yang tepat maka dapat memberikan kepuasan dan dampak positif bagi semua pihak. Sebaliknya bila tidak, maka bisa berdampak negatif terhadap kedua belah pihak sehingga mempengaruhi produkivitas kerja.(Wijono, 1993, 38-41).

Sumber-Sumber Konflik :

1. Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
A. Konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.7-15), ada tiga jenis konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict), yaitu:
1) Approach-approach conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan positif terhadap dua persoalan atau lebih, tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.
2) Approach-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan terhadap persoalan-persoalan yang mengacu pada satu tujuandan pada waktu yang sama didorong untuk melakukan terhadap persoalan-persoalan tersebut dan tujuannya dapat mengandung nilaipositif dan negatif bagi orang yang mengalami konflik tersebut.
3) Avoidance-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk menghindari dua atau lebih hal yang negatif tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.
Dalam hal ini, approach-approach conflict merupakan jenis konflik yang mempunyai resiko paling kecil dan mudah diatasi, serta akibatnya tidak begitu fatal.

B. Konflik yang berkaitan dengan peran dan ambigius
Di dalam organisasi, konflik seringkali terjadi karena adanya perbedaan peran dan ambigius dalam tugas dan tanggung jawab terhadap sikap-sikap, nilai-nilai dan harapan-harapan yang telah ditetapkan dalam suatu organisasi.
Filley and House memberikan kesimpulan atas hasil penyelidikan kepustakaan mengenai konflik peran dalam organisasi, yang dicatat melalui indikasi-indikasi yang dipengaruhi oleh empat variabel pokok yaitu :
1) Mempunyai kesadaran akan terjadinya konflik peran.
2) Menerima kondisi dan situasi bila muncul konflik yang bisa membuat tekanan-tekanan dalam pekerjaan.
3) Memiliki kemampuan untuk mentolelir stres.
4) Memperkuat sikap/sifat pribadi lebih tahan dalam menghadapi konflik yang muncul dalam organisasi (Wijono, 1993, p.15).

Stevenin (2000, pp.132-133), ada beberapa faktor yang mendasari munculnya konflik antar pribadi dalam organisasi misalnya adanya:
1. Pemecahan masalah secara sederhana. Fokusnya tertuju pada penyelesaian masalah dan orang-orangnya tidak mendapatkan perhatian utama.
2. Penyesuaian/kompromi. Kedua pihak bersedia saling memberi dan menerima, namun tidak selalu langsung tertuju pada masalah yang sebenarnya. Waspadailah masalah emosi yang tidak pernah disampaikan kepada manajer. Kadang-kadang kedua pihak tetap tidak puas.
3. Tidak sepakat. Tingkat konflik ini ditandai dengan pendapat yang diperdebatkan. Mengambil sikap menjaga jarak. Sebagai manajer, manajer perlu memanfaatkan dan menunjukkan aspek-aspek yang sehat dari ketidaksepakatan tanpa membiarkan adanya perpecahan dalam kelompok.
4. Kalah/menang. Ini adalah ketidaksepakatan yang disertai sikap bersaing yang amat kuat. Pada tingkat ini, sering kali pendapat dan gagasan orang lain kurang dihargai. Sebagian di antaranya akan melakukan berbagai macam cara untuk memenangkan pertarungan.
5. Pertarungan/penerbangan. Ini adalah konflik �penembak misterius�. Orang-orang yang terlibat di dalamnya saling menembak dari jarak dekat kemudian mundur untuk menyelamatkan diri. Bila amarah meledak, emosi pun menguasai akal sehat. Orang-orang saling berselisih.
6. Keras kepala. Ini adalah mentalitas �dengan caraku atau tidak sama sekali�. Satu-satunya kasih karunia yang menyelamatkan dalam konflik ini adalah karena biasanya hal ini tetap mengacu pada pemikiran yang logis. Meskipun demikian, tidak ada kompromi sehingga tidak ada penyelesaian.
7. Penyangkalan. Ini adalah salah satu jenis konflik yang paling sulit diatasi karena tidak ada komunikasi secara terbuka dan terus-terang. Konflik hanya dipendam. Konflik yang tidak bisa diungkapkan adalah konflik yang tidak bisa diselesaikan.

Dampak Konflik

Konflik dapat berdampak positif dan negatif yang rinciannya adalah sebagai berikut :
1. Dampak Positif Konflik
Menurut Wijono (1993:3), bila upaya penanganan dan pengelolaan konflik karyawan dilakukan secara efisien dan efektif maka dampak positif akan muncul melalui perilaku yang dinampakkan oleh karyawan sebagai sumber daya manusia potensial dengan berbagai akibat seperti:
1. Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja, seperti hampir tidak pernah ada karyawan yang absen tanpa alasan yang jelas, masuk dan pulang kerja tepat pada waktunya, pada waktu jam kerja setiap karyawan menggunakan waktu secara efektif, hasil kerja meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.
2. Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat dari cara pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan masing-masing.
3. Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar pribadi maupun antar kelompok dalam organisasi, seperti terlihat dalam upaya peningkatan prestasi kerja, tanggung jawab, dedikasi, loyalitas, kejujuran, inisiatif dan kreativitas.
4. Semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat stress bahkan produktivitas kerja semakin meningkat. Hal ini karena karyawan memperoleh perasaan-perasaan aman, kepercayaan diri, penghargaan dalam keberhasilan kerjanya atau bahkan bisa mengembangkan karier dan potensi dirinya secara optimal.
5. Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan potensinya melalui pelayanan pendidikan (education), pelatihan (training) dan konseling (counseling) dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Semua ini bisa menjadikan tujuan organisasi tercapai dan produktivitas kerja meningkat akhirnya kesejahteraan karyawan terjamin.

2. Dampak Negatif Konflik
Dampak negatif konflik (Wijono, 1993, p.2), sesungguhnya disebabkan oleh kurang efektif dalam pengelolaannya yaitu ada kecenderungan untuk membiarkan konflik tumbuh subur dan menghindari terjadinya konflik. Akibatnya muncul keadaan-keadaan sebagai berikut:
1. Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan mangkir pada waktu jam-jam kerja berlangsung seperti misalnya ngobrol berjam-jam sambil mendengarkan sandiwara radio, berjalan mondar-mandir menyibukkan diri, tidur selama pimpinan tidak ada di tempat, pulang lebih awal atau datang terlambat dengan berbagai alasan yang tak jelas.
2. Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya yang dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab. Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing kemarahan, ketersinggungan yang akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya.
3. Banyak karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam pekerjaannya, muncul perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh teman ataupun atasan, merasa tidak dihargai hasil pekerjaannya, timbul stres yang berkepanjangan yang bisa berakibat sakit tekanan darah tinggi, maag ataupun yang lainnya.
4. Seringnya karyawan melakukan mekanisme pertahanan diri bila memperoleh teguran dari atasan, misalnya mengadakan sabotase terhadap jalannya produksi, dengan cara merusak mesin-mesin atau peralatan kerja, mengadakan provokasi terhadap rekan kerja, membuat intrik-intrik yang merugikan orang lain.
5. Meningkatnya kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini disebut labor turn-over. Kondisi semacam ini bisa menghambat kelancaran dan kestabilan organisasi secara menyeluruh karena produksi bisa macet, kehilangan karyawan potensial, waktu tersita hanya untuk kegiatan seleksi dan memberikan latihan dan dapat muncul pemborosan dalam cost benefit.

Konflik yang tidak terselesaikan dapat merusak lingkungan kerja sekaligus orang-orang di dalamnya, oleh karena itu konflik harus mendapat perhatian. Jika tidak, maka seorang manajer akan terjebak pada hal-hal seperti:
1. Kehilangan karyawan yang berharga dan memiliki keahlian teknis. Dapat saja mereka mengundurkan diri. Manajer harus menugaskan mereka kembali, dan contoh yang paling buruk adalah karena mungkin Manajer harus memecat mereka.
2. Menahan atau mengubah informasi yang diperlukan rekan-rekan sekerja yang lurus hati agar tetap dapat mencapai prestasi.
3. Keputusan yang lebih buruk yang diambil oleh perseorangan atau tim karena mereka sibuk memusatkan perhatian pada orangnya, bukan pada masalahnya.
4. Kemungkinan sabotase terhadap pekerjaan atau peralatan. Seringkali dimaklumi sebagai faktor �kecelakaan� atau �lupa�. Namun, dapat membuat pengeluaran yang diakibatkan tak terhitung banyaknya.
5. Sabotase terhadap hubungan pribadi dan reputasi anggota tim melalui gosip dan kabar burung. Segera setelah orang tidak memusatkan perhatian pada tujuan perubahan, tetapi pada masalah emosi dan pribadi, maka perhatian mereka akan terus terpusatkan ke sana.
6. Menurunkan moral, semangat, dan motivasi kerja. Seorang karyawan yang jengkel dan merasa ada yang berbuat salah kepadanya tidak lama kemudian dapat meracuni seluruh anggota tim. Bila semangat sudah berkurang, manajer akan sulit sekali mengobarkannya kembali.
7. Masalah yang berkaitan dengan stres. Ada bermacam-macam, mulai dari efisiensi yang berkurang sampai kebiasaan membolos kerja. (Stevenin,2000 : 131-132).

Strategi Mengatasi Konflik

Menurut Stevenin (2000, pp.134-135), terdapat lima langkah meraih kedamaian dalam konflik. Apa pun sumber masalahnya, lima langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan:
1. Pengenalan
Kesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana keadaan yang seharusnya. Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya tidak ada).
2. Diagnosis
Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele.
3. Menyepakati suatu solusi
Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.
4. Pelaksanaan
Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Hati-hati, jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah kelompok.
5. Evaluasi
Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah lagi.

Stevenin (1993 : 139-141) juga memaparkan bahwa ketika mengalami konflik, ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan di tengah-tengah konflik, yaitu:
1. Jangan hanyut dalam perebutan kekuasaan dengan orang lain. Ada pepatah dalam masyarakat yang tidak dapat dipungkiri, bunyinya: bila wewenang bertambah maka kekuasaan pun berkurang, demikian pula sebaiknya.
2. Jangan terlalu terpisah dari konflik. Dinamika dan hasil konflik dapat ditangani secara paling baik dari dalam, tanpa melibatkan pihak ketiga.
3. Jangan biarkan visi dibangun oleh konflik yang ada. Jagalah cara pandang dengan berkonsentrasi pada masalah-masalah penting. Masalah yang paling mendesak belum tentu merupakan kesempatan yang terbesar.

Menurut Wijono (1993 : 42-125) strategi mengatasi konflik, yaitu:

1. Strategi Mengatasi Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
Menurut Wijono (1993 : 42-66), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tujuh strategi yaitu:
1) Menciptakan kontak dan membina hubungan
2) Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan
3) Menumbuhkan kemampuan /kekuatan diri sendiri
4) Menentukan tujuan
5) Mencari beberapa alternatif
6) Memilih alternatif
7) Merencanakan pelaksanaan jalan keluar

2. Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi (Interpersonal Conflict)
Menurut Wijono (1993 : 66-112), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tiga strategi yaitu:

1) Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy)
Beorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah. Biasanya individu atau kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah (berkompromi) atau membayar sekelompok orang yang terlibat dalam konflik atau menggunakan jasa orang atau kelompok ketiga sebagai penengah.
Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara melibatkan pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Maka pihak ketiga diundang untuk campur tangan oleh pihak-pihak yang berselisih atau barangkali bertindak atas kemauannya sendiri. Ada dua tipe utama dalam campur tangan pihak ketiga yaitu:
a. Arbitrasi (Arbitration)
Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian yang mengikat.
b. Mediasi (Mediation)
Mediasi dipergunakan oleh Mediator untuk menyelesaikan konflik tidak seperti yang diselesaikan oleh abriator, karena seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung terhadap pihak-pihak yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan tidak mengikat.

2) Strategi Menang-Kalah (Win-Lose Strategy)
Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy), menekankan adanya salah satu pihak yang sedang konflik mengalami kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan.
Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik
dengan win-lose strategy (Wijono, 1993 : 44), dapat melalui:
a. Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari ketergantungan tugas (task independence).
b. Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dan kekaburan dalam batas-batas bidang kerja (jurisdictioanal ambiquity).
c. Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya untuk mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik, karena adanya rintangan komunikasi (communication barriers).
d. Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal dengan menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual traits).
e. Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi yang dapat diterima oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan persaingan terhadap sumber-sumber (competition for resources) secara optimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

3) Strategi Menang-Menang (Win-Win Strategy)
Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala pengetahuan, sikap dan keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan interaksi yang dapat membuat pihak-pihak yang terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana kondusif dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi masing-masing dalam upaya penyelesaian konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, bukan hanya sekedar memojokkan orang.
Strategi menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan industri, tetapi ada 2 cara didalam strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai alternatif pemecahan konflik interpersonal yaitu:
a. Pemecahan masalah terpadu (Integrative Problema Solving) Usaha untuk menyelesaikan secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua belah pihak.
b. Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party Process Consultation) Dalam penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani oleh konsultan proses, dimana keduanya tidak mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimi
salah satu atau kedua belah pihak yang terlibat konflik

3. Strategi Mengatasi Konflik Organisasi (Organizational Conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.113-125), ada beberapa strategi yang bisa dipakai untuk mengantisipasi terjadinya konflik organisasi diantaranya adalah:

1) Pendekatan Birokratis (Bureaucratic Approach)
Konflik muncul karena adanya hubungan birokratis yang terjadi secara vertikal dan untuk menghadapi konflik vertikal model ini, manajer cenderung menggunakan struktur hirarki (hierarchical structure) dalam hubungannya secara otokritas. Konflik terjadi karena pimpinan berupaya mengontrol segala aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh bawahannya. Strategi untuk pemecahan masalah konflik seperti ini biasanya dipergunakan sebagai pengganti dari peraturan-peraturan birokratis untuk mengontrol pribadi bawahannya. Pendekatan birokratis (Bureaucratic Approach) dalam organisasi bertujuan mengantisipasi konflik vertikal (hirarkie) didekati dengan cara menggunakan hirarki
struktural (structural hierarchical).

2) Pendekatan Intervensi Otoritatif Dalam Konflik Lateral (Authoritative Intervention in Lateral Conflict)
Bila terjadi konflik lateral, biasanya akan diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat konflik. Kemudian jika konflik tersebut ternyata tidak dapat diselesaikan secara konstruktif, biasanya manajer langsung melakukan intervensi secara otoratif kedua belah pihak.

3) Pendekatan Sistem (System Approach)
Model pendekatan perundingan menekankan pada masalah-masalah kompetisi dan model pendekatan birokrasi menekankan pada kesulitan-kesulitan dalam kontrol, maka pendekatan sistem (system Approach) adalah mengkoordinasikan masalah-masalah konflik yang muncul.
Pendekatan ini menekankan pada hubungan lateral dan horizontal antara fungsi-fungsi pemasaran dengan produksi dalam suatu organisasi.

4) Reorganisasi Struktural (Structural Reorganization)
Cara pendekatan dapat melalui mengubah sistem untuk melihat kemungkinan terjadinya reorganisasi struktural guna meluruskan perbedaan kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai kedua belah pihak, seperti membentuk wadah baru dalam organisasi non formal untuk mengatasi konflik yang berlarut-larut sebagai akibat adanya saling ketergantungan tugas (task interdependence) dalam mencapai kepentingan dan tujuan yang berbeda sehingga fungsi organisasi menjadi kabur.

Sumber : http://jurnal-sdm.blogspot.com/2010/04/manajemen-konflik-definisi-ciri-sumber.html

Sunday, December 12, 2010

Strategi Mengatasi Konflik

Menurut Stevenin (2000, pp.134-135), terdapat lima langkah meraih kedamaian dalam konflik. Apa pun sumber masalahnya, lima langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan:

1. Pengenalan
Kesenjangan antara keadaan yang ada atau yang teridentifikasi dan bagaimana keadaan yang seharusnya. Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya tidak ada).

2. Diagnosis
Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele.

3. Menyepakati suatu solusi
Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.

4. Pelaksanaan
Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Namun hati-hati, jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah pada kelompok tertentu.

5. Evaluasi
Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah lagi.

Stevenin (1993 : 139-141) juga memaparkan bahwa ketika mengalami konflik, ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan di tengah-tengah konflik, yaitu:
1. Jangan hanyut dalam perebutan kekuasaan dengan orang lain. Ada pepatah dalam masyarakat yang tidak dapat dipungkiri, bunyinya: bila wewenang bertambah maka kekuasaan pun berkurang, demikian pula sebaliknya.
2. Jangan terlalu terpisah dari konflik. Dinamika dan hasil konflik dapat ditangani secara paling baik adalah bila diselesaikan dari dalam, tanpa melibatkan pihak ketiga.
3. Jangan biarkan visi dibangun oleh konflik yang ada. Jagalah cara pandang dengan berkonsentrasi pada masalah-masalah penting. Masalah yang paling mendesak belum tentu merupakan kesempatan yang terbesar.

Menurut Wijono (1993 : 42-125) strategi mengatasi konflik, yaitu:
1. Strategi Mengatasi Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
Menurut Wijono (1993 : 42-66), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tujuh strategi yaitu:
1) Menciptakan kontak dan membina hubungan
2) Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan
3) Menumbuhkan kemampuan /kekuatan diri sendiri
4) Menentukan tujuan
5) Mencari beberapa alternative
6) Memilih alternative
7) Merencanakan pelaksanaan jalan keluar

2. Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi (Interpersonal Conflict)
Menurut Wijono (1993 : 66-112), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tiga strategi yaitu:

1) Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy)
Beorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah. Biasanya individu atau kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah (berkompromi) atau membayar sekelompok orang yang terlibat dalam konflik atau menggunakan jasa orang atau kelompok ketiga sebagai penengah.

Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara melibatkan pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Maka pihak ketiga diundang untuk campur tangan oleh pihak-pihak yang berselisih atau barangkali bertindak atas kemauannya sendiri. Ada dua tipe utama dalam campur tangan pihak ketiga yaitu:

a. Arbitrasi (Arbitration)
Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian yang mengikat.

b. Mediasi (Mediation)
Mediasi dipergunakan oleh Mediator untuk menyelesaikan konflik tidak seperti yang diselesaikan oleh abriator, karena seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung terhadap pihak-pihak yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan tidak mengikat.

2) Strategi Menang-Kalah (Win-Lose Strategy)
Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy), menekankan adanya salah satu pihak yang sedang konflik mengalami kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan.

Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik dengan win-lose strategy (Wijono, 1993 : 44), dapat melalui:
a. Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari ketergantungan tugas (task independence).
b. Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dan kekaburan dalam batas-batas bidang kerja (jurisdictioanal ambiquity).
c. Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya untuk mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik, karena adanya rintangan komunikasi (communication barriers).
d. Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal dengan menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual traits).
e. Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi yang dapat diterima oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan persaingan terhadap sumber-sumber (competition for resources) secara optimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

3) Strategi Menang-Menang (Win-Win Strategy)
Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala pengetahuan, sikap dan keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan interaksi yang dapat membuat pihak-pihak yang terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana kondusif dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi masing-masing dalam upaya penyelesaian konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, bukan hanya sekedar memojokkan orang.

Strategi menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan industri, tetapi ada 2 cara didalam strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai alternatif pemecahan konflik interpersonal yaitu:
a. Pemecahan masalah terpadu (Integrative Problema Solving) Usaha untuk menyelesaikan secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua belah pihak.
b. Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party Process Consultation) Dalam penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani oleh konsultan proses, dimana keduanya tidak mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimi salah satu atau kedua belah pihak yang terlibat konflik

3. Strategi Mengatasi Konflik Organisasi (Organizational Conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.113-125), ada beberapa strategi yang bisa dipakai untuk mengantisipasi terjadinya konflik organisasi diantaranya adalah:

1) Pendekatan Birokratis (Bureaucratic Approach)
Konflik muncul karena adanya hubungan birokratis yang terjadi secara vertikal dan untuk menghadapi konflik vertikal model ini, manajer cenderung menggunakan struktur hirarki (hierarchical structure) dalam hubungannya secara otokritas. Konflik terjadi karena pimpinan berupaya mengontrol segala aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh bawahannya. Strategi untuk pemecahan masalah konflik seperti ini biasanya dipergunakan sebagai pengganti dari peraturan-peraturan birokratis untuk mengontrol pribadi bawahannya. Pendekatan birokratis (Bureaucratic Approach) dalam organisasi bertujuan mengantisipasi konflik vertikal (hirarkie) didekati dengan cara menggunakan hirarki struktural (structural hierarchical).

2) Pendekatan Intervensi Otoritatif Dalam Konflik Lateral (Authoritative Intervention in Lateral Conflict)
Bila terjadi konflik lateral, biasanya akan diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat konflik. Kemudian jika konflik tersebut ternyata tidak dapat diselesaikan secara konstruktif, biasanya manajer langsung melakukan intervensi secara otoratif kedua belah pihak.

3) Pendekatan Sistem (System Approach)
Model pendekatan perundingan menekankan pada masalah-masalah kompetisi dan model pendekatan birokrasi menekankan pada kesulitan-kesulitan dalam kontrol, maka pendekatan sistem (system Approach) adalah mengkoordinasikan masalah-masalah konflik yang muncul.
Pendekatan ini menekankan pada hubungan lateral dan horizontal antara fungsi-fungsi pemasaran dengan produksi dalam suatu organisasi.

4) Reorganisasi Struktural (Structural Reorganization)
Cara pendekatan dapat melalui mengubah sistem untuk melihat kemungkinan terjadinya reorganisasi struktural guna meluruskan perbedaan kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai kedua belah pihak, seperti membentuk wadah baru dalam organisasi non formal untuk mengatasi konflik yang berlarut-larut sebagai akibat adanya saling ketergantungan tugas (task interdependence) dalam mencapai kepentingan dan tujuan yang berbeda sehingga fungsi organisasi menjadi kabur.

Wednesday, December 8, 2010

Beberapa teori penyebab konflik

Teori-teori utama mengenai sebab-sebab konflik adalah:

Teori hubungan masyarakat
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.

Sasaran: meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok yang mengalami konflik, serta mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada didalamnya.

Teori kebutuhan manusia
Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Hal yang sering menjadi inti pembicaraan adalah keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi.

Sasaran: mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu.

Teori negosiasi prinsip
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.

Sasaran: membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.

Teori identitas
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.

Sasaran: melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik, sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di antara pihak tersebut dan membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.

Teori kesalahpahaman antarbudaya
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda.

Sasaran: menambah pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai budaya pihak lain, mengurangi streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain, meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.

Teori transformasi konflik
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi.

Sasaran: mengubah struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan termasuk kesenjangan ekonomi, meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antar pihak yang berkonflik, mengembangkan proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan.

Monday, November 29, 2010

Manajemen Konflik Dalam Organisasi

Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana di dalamnya terjadi interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya konflik. Dalam institusi layanan kesehatan terjadi kelompok interaksi, baik antara kelompok staf dengan staf, staf dengan pasien, staf dengan keluarga dan pengunjung, staf dengan dokter, maupun dengan lainnya yang mana situasi tersebut seringkali dapat memicu terjadinya konflik. Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan beban kerja.

Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja organisasi secara tidak langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Dalam suatu organisasi, kecenderungan terjadinya konflik, dapat disebabkan oleh suatu perubahan secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan teknologi baru, persaingan ketat, perbedaan kebudayaan dan sistem nilai, serta berbagai macam kepribadian individu.

Seperti kita ketahui bahwa sehubungan dengan sumber daya manusia ini dapat diidentifikasi pula berbagai kompleksitas seperti kompleksitas jabatan, kompleksitas tugas, kompleksitas kedudukan dan status, kompleksitas hak dan wewenang dan lain-lain. Kompleksitas ini dapat merupakan sumber potensial untuk timbulnya konflik dalam organisasi, terutama konflik yang berasal dari sumber daya manusia, dimana dengan berbagai latar belakang yang berbeda tentu mempunyai tujuan yang berbeda pula dalam tujuan dan motivasi mereka dalam bekerja. Seorang pimpinan yang ingin memajukan organisasinya, harus memahami faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya konflik, baik konflik di dalam individu maupun konflik antar perorangan dan konflik di dalam kelompok dan konflik antar kelompok. Pemahaman faktor-faktor tersebut akan lebih memudahkan tugasnya dalam hal menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi dan menyalurkannya ke arah perkembangan yang positif.

Menurut Daniel Webster yang ditulis di buku Peg Pickering (2000), mendefinisikan konflik sebagai persaingan pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain, atau keadaan perilaku yang bertentangan, atau perselisihan akibat kebutuhan, dorongan, keinginan, atau tuntutan yang bertentangan. Sedangkan menurut Robbins (1996) dalam �Organization Behavior� menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Sedangkan menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentangan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan.

Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat hubungannya dengan konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya.

Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus kearah konflik, terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik. Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya.

Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.

Jenis-jenis Konflik
Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi.

1. Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut:
� Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing
� Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan.
� Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan dan tujuan.
� Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi tujuan-tujuan yang diinginkan.

Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acapkali menimbulkan konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan.

Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :
1. Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.
2. Konflik pendekatan � penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.
3. Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.

2. Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentangan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara duaorang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi.

Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempengaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.

3. Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok
Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.

4. Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama
Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja � manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.

5. Konflik antara organisasi
Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan. Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.

Peranan Konflik
Ada berbagai pandangan mengenai konflik dalam organisasi. Pandangan tradisional mengatakan bahwa konflik hanyalah merupakan gejala abnormal yang mempunyai akibat-akibat negatif sehingga perlu dilenyapkan.
Pendapat tradisional ini dapat diuraikan sebagai berikut :
� Konflik hanya merugikan organisasi, karena itu harus dihindarkan dan ditiadakan.
� Konflik ditimbulkan karena perbedaan kepribadian dan karena kegagalan dalam kepemimpinan.
� Konflik diselesaikan melalui pemisahan fisik atau dengan intervensi manajemen tingkat yang lebih tinggi.

Sedangkan pandangan yang lebih maju menganggap bahwa konflik dapat berakibat baik maupun buruk. Usaha penanganannya harus berupaya untuk menarik hal-hal yang baik dan mengurangi hal-hal yang buruk.
Pandangan ini dapat diuraikan sebagai berikut :
� Konflik adalah suatu akibat yang tidak dapat dihindarkan dari interaksi organisasional dan dapat diatasi dengan mengenali sumber-sumber konflik.
� Konflik pada umumnya adalah hasil dari kemajemukan sistem organisasi
� Konflik diselesaikan dengan cara pengenalan sebab dan pemecahan masalah. Konflik dapat merupakan kekuatan untuk pengubahan positif di dalam suatu organisasi.

Aspek positif konflik
Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan :
� Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka.
� Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
� Menumbuhkan semangat baru pada staf.
� Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
� Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi.

Dalam padangan modern ini konflik sebenarnya dapat memberikan manfaat yang banyak bagi organisasi. Sebagai contoh pengembangan konflik yang positif dapat digunakan sebagai ajang adu pendapat, sehingga organisasi bisa memperoleh pendapat-pendapat yang sudah tersaring.

Seorang pimpinan suatu organisasi pernah menerapkan apa yang disebutnya dengan �mitra tinju� Pada saat ada suatu kebijakan yang hendak diterapkannya di organisasi yang dipimpinnya ia mencoba untuk mencari �mitra yang beroposisi dengannya�.
Kadang konflik pun terjadi. Apakah itu menjadi persoalan bagi dirinya ? �Bagi saya hal itu menjadi hal yang positif, karena saya dapat melihat kebijakan yang dibuat tersebut dari sisi lain. Saya dapat mengidentifikasi kemungkinan kelemahan yang ada dari situ. Selama kita masih bisa mentolerir dan dapat mengendalikan konflik tersebut ke arah yang baik, hal itu tidak menjadi masalah�, ujarnya.

Kesimpulannya konflik tidak selalu merugikan organisasi selama bisa ditangani dengan baik sehingga dapat :
� mengarah ke inovasi dan perubahan
� memberi tenaga kepada orang untuk bertindak
� menyumbangkan perlindungan untuk hal-hal dalam organisasi
� merupakan unsur penting dalam analisis sistem organisasi

Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam organisasi baik secara perorangan maupun kelompok, berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi konflik
Faktor-faktor yang mempengaruhi konflik dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

Dalam faktor intern dapat disebutkan beberapa hal :
1. Kemantapan organisasi
Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga tidak mudah terlibat konflik dan mampu menyelesaikannya. Analoginya dalah seseorang yang matang mempunyai pandangan hidup luas, mengenal dan menghargai perbedaan nilai dan lain-lain.

2. Sistem nilai
Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi landasan maksud dan cara berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk, salah atau benar.

3. Tujuan
Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para anggotanya.

4. Sistem lain dalam organisasi
Seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan, sistem imbalan dan lain-lain. Dalam hal sistem komunikasi misalnya ternyata persepsi dan penyampaian pesan bukanlah soal yang mudah.

Sedangkan faktor ekstern meliputi :
1. Keterbatasan sumber daya
Kelangkaan suatu hal yang dapat menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat berakhir menjadi konflik.
2. Kekaburan aturan/norma di masyarakat
Hal ini memperbesar peluang perbedaan persepsi dan pola bertindak.
3. Derajat ketergantungan dengan pihak lain
Semakin tergantung satu pihak dengan pihak lain semakin mudah konflik terjadi.
4. Pola interaksi dengan pihak lain
Pola yang bebas memudahkan pemamparan dengan nilai-nilai, sedangkan pola tertutup menimbulkan sikap kabur dan kesulitan penyesuaian diri.

Penanganan konflik
Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui kemampuan diri sendiri dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik. Ada beberapa cara untuk menangani konflik antara lain :
1. Introspeksi diri
Bagaimana kita biasanya menghadapi konflik? Gaya apa yang biasanya digunakan? Apa saja yang menjadi dasar dan persepsi kita. Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita dapat mengukur kekuatan kita.
2. Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat
Sangat penting bagi kita untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat. Kita dapat mengidentifikasi kepentingan apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan sikap mereka atas konflik tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan kita untuk sukses dalam menangani konflik semakin besar jika kita meliha konflik yang terjadi dari semua sudut pandang.
3. Identifikasi sumber konflik
Seperti dituliskan di atas, konflik tidak muncul begitu saja. Sumber konflik sebaiknya dapat teridentifikasi sehingga sasaran penanganannya lebih terarah kepada sebab konflik.
4. Mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat.

Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik :
a. Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang � kalah (win-win solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan � bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.
b. Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menang kalah terjadi lagi disini.
Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, membekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
c. Akomodasi
Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.
d. Kompromi
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama � sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama. Masing - masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang - menang (win-win solution)
e. Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja sama. Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama. Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.

Pendekatan situasi konflik:
� Diawali melalui penilaian diri sendiri
� Analisa isu-isu seputar konflik
� Tinjau kembali dan sesuaikan dengan hasil eksplorasi diri sendiri.
� Atur dan rencanakan pertemuan antara individu-individu yang terlibat konflik
� Memantau sudut pandang dari semua individu yang terlibat
� Mengembangkan dan menguraikan solusi
� Memilih solusi dan melakukan tindakan
� Merencanakan pelaksanaannya

Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan.

Kemampuan menangani konflik tentang terutama yang menduduki jabatan pimpinan. Yang terpenting adalah mengembangkan pengetahuan yang cukup dan sikap yang positif terhadap konflik, karena peran konflik yang tidak selalu negatif terhadap organisasi.

Dengan pengembalian yang cukup senang, pimpinan dapat cepat mengenal, mengidentifikasi dan mengukur besarnya konflik serta akibatnya dengan sikap positif dan kemampuan kepemimpianannya, seorang pimpinan akan dapat mengendalikan konflik yang akan selalu ada, dan bila mungkin menggunakannya untuk keterbukaan organisasi dan anggota organisasi yang dipimpinnya. Tentu manfaatnya pun dapat dirasakan oleh dirinya sendiri

Daftar pustaka
Pickering, Peg. �How To Manage Conflict�, National Press Publication, USA; 2000
Winardi, �Manajemen Konflik (Konflik Perubhan danPengembangan)�, Mandar Maju, Indonesia; 1994
Luthans F, �Organizational Behavior�, Mc Graw Hill, Singapore; 1981
Miftah Thoha, �Kepemimpinan dalam Manajemen�. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.
Robbins, SP, �Organizational Behaviour�, Prentice Hall, Siding, 1979.

Tags

Aksesori Blog (3) Analisa Bisnis (4) Bisnis Hobi (10) Bisnis Jasa (7) Bisnis Kerajinan (12) Bisnis Kosmetik (1) Bisnis Makanan (13) Bisnis Money Game (1) Bisnis online (10) Bisnis Retail (6) Bisnis Rumahan (5) Bisnis Sampingan (7) Bisnis Sektor Agro (6) Bisnis sektor Ternak (1) Bisnis Souvenir (6) Bisnis Waralaba (6) Cara Sukses Bisnis (6) Character building (9) Definisi Pemasaran (3) Domain and Hosting (6) Efektivitas Pemasaran (4) Entrepreneurship (9) Etika Bisnis (6) Etos Kerja (9) Ide Bisnis (4) Inspirasi Bisnis (5) Internet Marketing (8) Jiwa Wirausaha (10) Kebutuhan Manusia (4) Kegagalan Usaha (4) Kepemimpinan (9) Kesalahan Pemasaran (4) Kiat Bisnis (2) Kiat Pemasaran (4) Kiat sukses (8) Kiat sukses Wirausaha (5) Kisah Sukses Wirausaha (8) Komunikasi Pemasaran (5) Konsep Pemasaran (5) Kreativitas Bisnis (4) Kunci Sukses Bisnis (6) Manajemen Bisnis (7) Manajemen Kepemimpinan (1) Manajemen Keuangan (6) Manajemen Konflik (7) Manajemen Mutu (6) Manajemen Mutu DikTi (1) Manajemen Organisasi (6) Manajemen pemasaran (6) Manajemen Pengawasan (7) Manajemen Risiko (6) Manajemen SDM (7) Manajemen Strategi (4) Media Pemasaran (5) Model Bisnis (6) Monetizing Site (8) Motivasi Bisnis (6) Motivasi Diri (1) Panduan blog (6) Panduan Wirausaha (1) Peluang Bisnis (3) Peluang Usaha (7) Peluang Usaha Agro (4) Peluang Usaha Hobi (5) Peluang Usaha Jasa (5) Peluang Usaha Kerajinan (4) Peluang Usaha Kuliner (8) Peluang Usaha Salon (3) Percaya diri (9) Perencanaan Bisnis (9) Perencanaan Pemasaran (8) Perilaku Konsumen (5) Persaingan Bisnis (4) Produktivitas Kerja (5) Rahasia Sukses (4) Ranking Blog (6) Risiko Bisnis (5) Sistem Pemasaran (4) Strategi Bisnis (9) Strategi Pemasaran (12) Studi Kelayakan Bisnis (4) Tingkatkan produktivitas (5) Tips Bisnis (11) Tips Memulai Wirausaha (5) Tips Pemasaran (5)