�Bisnis�, apa yang pertama kali anda pikirkan bila mendengar kata ini?
Kalau orang Jawa Timur pasti tidak asing dengan kata �Jer Basuki Mawa Beya� yang artinya semua keberhasilan butuh pengorbanan atau biaya. Ini menunjukkan bahwa orang Jawa Timur memperhatikan dasar-dasar bisnis yaitu ilmu ekonomi. Suatu barang yang untuk mendapatkannya diperlukan pengorbanan bisa dijadikan sebagai objek bisnis. Ya karena bisnis itu pada dasarnya muncul karena ada pihak yang membutuhkan barang atau jasa (baca: konsumen) dan pihak yang ingin memperoleh keuntungan (baca: produsen). Dalam prakteknya terdapat perantara-perantara yang dilewati dalam hubungan produsen-konsumen itu.
Bisnis yang baik harus mempunyai strategi manajeman yang baik pula. Kita coba menganalisis kegiatan-kegiatan bisnis di sekitar kita. Tak lupa pula kita tengok bisnis-bisnis dari negara maju. Saat mencoba survey masyarakat sekitar, ternyata sebagian masyarakat berpendapat bahwa apa yang pertama-tama diperlukan adalah modal. Kalau tidak punya modal maka tidak bisa berbisnis. Kemudian setelah punya modal mereka memilih bisnis sekehendak hati, yaitu apa yang dianggap cocok dengan dirinya. Kemudian berjalannya bisnis ini diserahkan pada Yang Maha Kuasa aka takdir. Demikian pola pikir yang banyak berkembang di masyarakat.
Pola pikir seperti itu tidak bisa mencapai hasil yang optimal karena hanya berdasar untung-untungan saja. Ingat, bisnis bukan primbon. Tidak boleh ditentukan seseorang cocok kerja di bidang air atau api hanya dengan melihat penanggalan lahir saja. Masyarakat yang seperti itu tidak punya metodologi keilmuan yang baik.
Berikut ini adalah strategi bisnis yang baik hasil renungan penulis dan berdasar pengalaman dari seorang dosen pajak.
Pasar. Sebelum memulai bisnis pertama kali yang harus kita teliti adalah pasar. Jangan memilih bisnis apa yang akan kita lakukan sebelum kita mengetahui keinginan pasar. Apa yang paling dibutuhkan pasar saat itu? Setelah kita tahu, kita menuju tahap selanjutnya. Tahap ini mampu menjawab �Apa yang akan kita produksi? Berapa kita memproduksi? Untuk siapa saja produksi itu nanti kita pasarkan?�
Bahan baku. Setelah kita menentukan apa yang ingin kita produksi selanjutnya kita meniliti bahan-bahan sebagai faktor produksi kita. Kita mensurvei bahan-bahan terbaik namun dengan harga terjangkau. Minimalkan rantai distribusi sehingga biaya tidak membengkak.
Modal. Tahap ketiga ini baru kita berani untuk mengeluarkan modal. Setelah kita mampu memastikan pangsa pasar dan harga bahan-bahan tadi. Modal bisa meminjam dari pihak lain atau bisa melakukan partnership untuk memperoleh modal yang lebih besar.
Minimalkan aset (Akun Neraca). Saat berbisnis usahakan untuk meminimalkan aset anda seminimal mungkin. Kenapa? karena aset itu mengalami deprisiasi, tentu saja semakin lama nilai ekonomisnya semakin berkurang. Selain itu, aset seperti tanah kena pajak dan fix aset seperti mesin ada kemungkinan untuk hilang (loss). Lalu bagaimana kita mau memproduksi barang bila aset saja tidak punya/minim? Jawabanya adalah dengan cara menyewa aset. Jadi kita membeli aset berdasar nilai gunanya bukan barang fisiknya. Hal ini akan lebih menguntungkan karena pihak yang menanggung deprisiasi(penyusutan) adalah pihak yang menyewakan. Selain itu kita juga membagi risiko kita kepada pihak lain.
Nama dagang. Nama dagang mempunyai arti penting dalam bisnis. Semakin baik dan terkenal nama dagang bisnis kita maka akan semakin besar kemungkinan konsumen membeli produk kita.
Manajemen risiko. Dalam berbisnis semakin kecil resiko yang kita tanggung maka akan semakin baik. Maka kita perlu membentuk partnership. Organisasi bisnis mempunya tingkat risiko bermacam-macam mulai dari usaha perseorangan, firma, CV, PT dan Koperasi. Secara umum semakin kita membagi risiko maka semakin kecil pula pendapatan yang bisa kita dapat.
Internal control. Setelah bisnis terbentuk kita harus menjaga stabilitas bisnis kita itu. Kita jaga kualitas produk kita. Kita buat sistem akuntansi yang baik untuk mendapat informasi tentang evaluasi kerja serta rencana-rencana kerja. Bisnis yang baik sebenarnya secara akuntansi jurnalnya lebih aktif berkecimpung di laporan laba-rugi bukan di neraca. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan aset minimal tapi mampu untuk menghasilkan banyak untung (tentu saja di laporan keuangan Revenuenya di kredit).
Begitulah strategi bisnis yang baik menurut penulis. Coba bandingkan dengan negara maju, kita ambil contoh Jepang. Melihat keberhasilan mereka tampaknya memang mereka menerapkan strategi bisnis seperti yang di atas tadi atau sangat mungkin strategi bisnis yang jauh lebih hebat. Benar-benar berjiwa bisnis ekstrim. Bayangkan saja mereka membuat pabrik di Indonesia. Kemudian memproduksi suatu kereta api yang modalnya diambil dari pabrik mereka di Indonesia. Kereta itu selesai dibuat, lalu digunakan di Jepang. Setelah umur ekonomisnya habis, kereta yang dianggap sampah di Jepang itu di hibahkan ke Indonesia. Jadi Indonesia menerima sampah itu namun mirisnya kereta ini di Indonesia termasuk kelas eksekutif lho. Jauh lebih bagus dibanding kereta-kereta ekonomi dalam kota Jakarta. Penulis sempat merasakan bagaimana kenyamanan kereta itu yang notabene �sampah�. Berarti negara maju benar-benar sudah menyadari prinsip dari bisnis tadi yaitu nilai guna. Sumber Daya Alam melimpah tak penting, yang penting Kewirausahaan untuk menjalankan bisnis dengan baik. So, mari kita kembangkan jiwa kewirausahaan kita sehingga Sumber Daya Alam kita tidak digunakan bangsa lain dengan harga murah, kemudian mereka dapat nilai guna yang banyak, setelah nilai guna habis kita kebagian sampah dan limbah di negera kita.
Sumber : http://ekonomi.kompasiana.com
Post a Comment